Cari lampu penerangan hajat? klik disiniCari keripik pisang banten klik disini jajanan nikmat ADA di sini jajanan nikmat ADA di sini TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA KUMPULAN-HADITS-HADITS: Keutamaan Ratib

Keutamaan Ratib


Makna Ratib :

Perkataan Ratib mempunyai banyak arti. Ratib yang dimaksudkan di sini berasal dari perkataan ( Rattaba ) mengatur atau menyusun. “Ratib adalah rangkaian dzikir secara tertib yang komposisinya telah disusun dari berbagai ayat Al-Quran dan kalimat-kalimat dzikir yang muktabar dari Rasulullah SAW”.

Istilah Ratib digunakan kebanyakkannya di negeri Hadramaut dalam menyebut dzikir-dzikir yang biasanya pendek dengan bilangan dzikir yang sedikit ( 3, 7, 10, 11 & 40 X ), sering diamalkan dan dibaca pada waktu-waktu yang tertentu yaitu sekali pada waktu pagi dan sekali pada waktu malam.

Keutamaan Ratib : 

Sebagian ulama ahli salaf, antara keutamaan ratib ini bagi mereka yang istiqamah (terus-menerus/teguh pendirian) mengamalkannya, Insya-Allah dipanjangkan umurnya, mendapat Husnul-Khatimah, dijaga segala kepunyaannya di laut dan di bumi dan senantiasa berada dalam perlindungan Allah.

Bagi mereka yang mempunyai hajat yang tertentu, membaca ratib pada suatu tempat yang kosong dengan berwudlu, mengadap kiblat dan berniat apa kehendaknya, Insya-Allah dimustajabkan Allah. Para salaf berkata ia amat mujarrab dalam menyampaikan segala permintaan jika dibacanya sebanyak 41 kali

“ FADHILAH  RATIB  AL –AYDRUS”

Ratib Al-Aydrus disusun oleh Al- Habib  Al- Imam Abdullah Bin Abu bakar Al-Aydrus Al-Akbar  ( lahir Tarim –Hadramaut-Yaman,10 Dzulhijah 811 – 865 H / 1391 – 1445 M ), Imam para Wali dan orang-orang Shalih.

 “Gelar Alaydrus sendiri bermakna “ Ketua Orang-Orang Tasawuf “

Ratib Al-Aydrus bertujuan untuk memohon penguatan tauhid dan keimanan para pembacanya, sekaligus juga kemudahan rejeki.

Didalam khazanah kaum muslimin, dikenal Ratib Al-Aydrus, Ratib Al-Haddad, Ratib Al-Athas dan ada kemungkinan akan bertambah sesuai dengan perkembangan zamannya. Sedang sebutan Ratib Al-Aydrus sebagai “Syamsi Syumus”, karena keagungannya dan mengawali ratib-ratib yang lain, sebelum adanya Ratib Al-Haddad dan Ratib Al-Aththas.

NASEHAT-NASEHAT BELIAU DALAM KITAB “AL-KIBRATUL  AHMAR”:

  • Peraslah jasadmu dengan mujahadah (memerangi hawa nafsu dunia) sehingga keluar minyak kemurnian
  • Barang siapa yang menginginkan keridhaan Allah hendaklah mendekatkan diri kepada Allah SWT, karena keajaiban dan kelembutan dari Allah SWT pada saat di akhir malam.
  • Siapapun dengan kesungguhan hati mendekatkan diri pada Allah maka terbukalah khazanah Allah
  • Diantara waktu yang bernilai tinggi merupakan pembuka perbendaharaan Ilahi diantara Dzuhur dan Ashar, Maghrib dan Isya dan tengah malam terkakhir sampai ba’da Sholat Shubuh.
  • Sumber segala kebaikan dan pangkal segala kedudukan dan keberkahan akan dicapai melalui ingat mati, kubur dan bangkai
  • Keridhaan Allah dan RasulNya terletak pada muthalaah (mempelajari dan memperdalam) Al-Qur’an dan hadits serta kitab-kitab agama Islam.
  • Meninggalkan dan menjauhi ghibah (menggunjingkan orang) adalah raja atas dirinnya, menjauhi namimah (mengadu domba) adalah ratu dirinya, baik sangka kepada orang lain adalah wilayah dirinya, duduk bercampur dalam majlis dzikir adalah keterbukaan hatinya.
  • Jangan kau abaikan shadaqah setiap hari sekalipun sekecil atom, perbanyaklah membaca Al-Qur’an setiap siang dan malam hari.
  • Ciri-ciri orang yang berbahagia adalah mendapatkan taufik dalam hidupnya banyak ilmu dan amal serta baik perangai tingkah lakunya.
  • Orang yang berakal ialah orang yang diam (tidak bicara sembarangan)
  • Orang yang takut kepada Allah ialah orang yang banyak sedih (merasa banyak bersalah)
  • Orang yang raja’ (mengharap ridha Allah) ialah orang yang melakukan ibadah
  • Orang mulia ialah orang yang bersungguh-sungguh dalam kebaikan dan ridha Allah SWT yang didambakan dalam hidupnya.
  • Orang yang bertaubat ialah yang banyak menyesali perbuatannya, menjauhi pendengarannya dari yang tidak bermanfaat dan mendekatkan diri kepada Allah terutama di masa sekarang.

“FADHILAH   RATIB   AL – ATHTHAS”

Ratib Al-Aththas disusun oleh. Al-Habib Umar bin Abdul Rahman Al-Attas  ( lahir Lisk-Inat-Hadramaut-Yaman,992H/ 1572M, wafat 23 Rabiul

akhir 1072H/1652M ) Diberi nama “Azizul Manal Wa Fathu Babil Wishal” Anugerah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan.

Antara lain kelebihan ratib ini, ia menjaga rumahnya dan 40 rumah-rumah tetangganya dari kebakaran, kecurian dan terkena sihir. As-Syeikh Ali Baras berkata: “Apabila dibaca dalam suatu kampung atau suatu tempat, ia mengamankan ahlinya seperti dijaga oleh 70 pahlawan yang bekuda. Ratib ini mengandung rahsia-rahsia yang bermanfaat. Mereka yang tetap mengamalkannya akan diampunkan Allah dosa-dosanya walaupun sebanyak buih di laut.” Bagi mereka yang terkena sihir dan membaca ratib, Insya-Allah diselamatkan Allah dengan berkat Asma’ Allah, ayat-ayat al-Qur’an dan amalan Nabi Muhammad SAW.

Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Mohsen bin Husein Al-Aththas berkata:

 “Mereka yang mengamalkan ratib dan terpatuk ular niscaya tidak akan terjadi apa-apa pada dirinya. Bagi orang yang takut niscaya akan selamat dari segala yang ditakuti. Pernah ada seorang yang diserang oleh 15 orang pencuri dan dia selamat.”

Pernah datang satu kumpulan mengadu akan hal mereka yang dikelilingi musuh. Al-Habib Husein menyuruh mereka membaca ratib dan beliau jamin Insya-Allah mereka akan selamat. Ada sebuah kampung yang cukup percaya dengan Habib Umar Al-Aththas dan istiqamah dalam membaca ratibnya. Kecil, besar, tua dan muda setiap malam mereka membaca ratib beramai-ramai dengan suara yang kuat. Kebetulan kampung itu mempunyai musuh yang hendak menyerang mereka. Kumpulan musuh ini menghantar seorang pengintip untuk mencari rahsia tempat mereka supaya dapat diserang. Kebetulan pada waktu si pengintip datang dengan sembunyi-sembunyi mereka sedang membaca ratib dan sampai kepada dzikir. Artinya: Dengan nama Allah, kami beriman kepada Allah dan barang siapa yang beriman kepada Allah tiada takut baginya! Mendengar tiada takut baginya, dan diulangi sampai tiga kali, si pengintip terus menjadi takut dan kembali lalu menceritakan kepada orang-orangnya apa yang dia dengar dan mereka tidak jadi menyerang. Maka selamatlah kampung itu.

Ratib Al-Habib Umar bin Abdurrahman ini mempunyai banyak nama. Antara lain: 

Artinya : Sesuatu yang sukar diperolehi dan kunci bagi pintu penghubung kepada    Allah. Nama inilah yang dipilih oleh Al-Habib Muhammad bin Salem Al-Aththas apabila menyusun Ratib Al-Habib Umar dalam bahasa Arab, Melayu dan Tamil.

Artinya :  Benteng yang kokoh

Artinya :  Belerang yang merah. Satu istilah bagi mentafsirkan sesuatu benda yang amat berharga yang sukar didapati pada sebarang waktu atau tempat.

Artinya :  Saripati segala dzikir.

Artinya :  Magnet rahasia-rahasia bagi mereka yang istiqamah mengamalkannya 

Artinya :  Penawar bagi racun yang mujarrab. Menurut kata Al-Habib Husein         Al-Aththas, nama ini dinamakan oleh gurunya Al-Habib Ahmad bin Hasan  menerangkan kelebihan Ratib Al-Habib Umar.

Atinya :    Sumber pencapaian dan kunci pintu penghubung kepada Allah. 

Nama ini hanya terdapat di dalam kitab Tajul A’ras yang disusun oleh Al-Habib Ali bin Husein al-Aththas.rhm

Ratib Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas kini telah berusia kira-kira 400 tahun. Ratib ini sehingga kini banyak dibaca di negara-negara seperti di Afrika termasuk Darussalam, Mombassa dan Afrika Selatan. Juga di Inggris, Burma (Myanmar), India dan negara-negara Arab. Di Afrika ia disebarkan oleh murid-murid Al-Habib Ahmad bin Hasan seperti Al-Habib Ahmad Masyhur Al-Haddad dan lain-lain. Di India, Kemboja dan Burma oleh Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Aththas. Sehingga sekarang kumpulan-kumpulan ratib Al-Habib Umar atau Zawiyah masih diamalkan di Rangoon dan di beberapa daerah di Burma. Tetapi mereka lebih terkenal di sana dengan Thariqah al-Aththasiyah.

Ratib ini telah lama sampai di Malaya, Singapura, Brunei dan Indonesia. Antara keterangan ratib ini yang diterbitkan dalam bahasa Melayu di Singapura adalah sebuah kitab kecil yang bernama Fathu Rabbin-Nas yang dikarang oleh Al-Habib Husein bin Abdullah bin Muhammad bin Mohsen bin Husein Al-Aththas. Tarikh selesai karangan ini adalah pada pagi Jum’at, 20 Jumadil Awal 1342 (20 Disember 1923). Ia diterbitkan C.H Kizar Muhammad Ain Company dan dicetak oleh Qalam Singapura.

Pada tahun 1939, Al-Habib Muhammad bin Salim Al-Aththas telah menerbitkan sebuah kitab yang bernama Miftahul Imdad yang dicetak di Matbaah Al-Huda di Pulau Penang. Kitab ini mengandung wirid-wirid datuk beliau Al-Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas tetapi terdapat juga ratib Al-habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas di dalamnya.

Pengikut Al-Habib Muhammad bin Salem Al-Aththas, Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Aththas pada suatu masa dahulu telah mencetak Ratib Al-Aththas meneruskan percetakannya Mutaaba’ah Al-Aththas (Al-Aththas Press) yang pejabatnya terletak di Wadi Hasan, Johor Bahru, Malaysia. Percetakan ini di Johor pada kira-kira tahun 1927.

Waktu membaca Ratib Al-Attas :

Disebutkan di dalam kitab al-Qirtas: “Telah menjadi tradisi bagi para sesepuh kami, khususnya tradisi dari Al-Habib Husein bin Umar membaca Ratib Al-Aththas adalah setelah sholat Isya’. Kebiasaan itu dilakukan oleh Habib Husein beserta pengikutnya secara turun-temurun kecuali di bulan Ramadhan. Adapun di bulan Ramadhan bacaan ratib itu dibaca sebelum sholat Isya’. Tetapi bagi yang gemar berdzikir banyak yang membaca ratib al-Aththas ini di waktu pagi dan sore, sebab di antara kalimat-kalimat yang didzikirkan ada dzikir-dzikir yang disunnahkan untuk membacanya di waktu pagi dan di waktu sore seperti tertera di dalam hadits-hadits Nabi SAW.

Dikatakan oleh Habib Ali bin Hasan Al-Aththas di dalam kitab al-Qirtas bahwa Habib Umar suka membaca ratibnya secara rahsia tanpa suara, sebab beliau menginginkan bacaan ratibnya itu lebih berkesan di hati yang membacanya dan lebih ikhlas karena Allah. Hal itu sesuai dengan firman Allah:

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai”.(Al A’raf: 205)

 “Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”. ( Luqman 19 )

Jika ratib al-Aththas ini dibaca secara berkelompok, maka hendaklah dibaca dengan suara yang tiada terlalu keras dan tiada terlalu pelan, sesuai dengan firman Allah:

“Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam sholatmu dan janganlah pula selalu merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara keduanya”. (Al-Isra’: 110)

Ratib Habib Umar yang diberi nama Azizul Manal Wa Fathu Babil Wishal seperti dikatakan oleh Habib Ali bin Hasan Al-Aththas di dalam kitab al-Qirtas bagian kedua juz pertama: 

“Ratib Habib Umar merupakan hadiah yang tertinggi dari Allah bagi umat Islam lewat Habib Umar.” 

Peninggalan beliau yang paling mahal hanyalah ratib yang beliau tinggalkan bagi umat ini. Ratib Habib Umar merupakan wirid yang banyak mendatangkan faedah bagi yang membacanya setiap waktu, terutama bagi yang sedang menghadapi kesulitan. Al-Habib Isa bin Muhammad Al-Habsyi mengatakan bahwa Habib Umar banyak sekali menyebutkan akan keutamaan ratib ini. Pernah disebutkan ketika ada sekelompok orang datang kepada Habib Umar mengeluh kesulitan pencarian dan lamanya musim kemarau yang menimpa kepada mereka selama beberapa waktu. Mereka diperintah membaca Ratib beliau dan dzikir Tauhid. Setelah mereka mengerjakannya, maka dengan berkat bacaan itu, Allah memberi keluasan hidup bagi mereka.

Menurut Syaikh Ali Baras, jika Ratib Habib Umar dibacakan bagi penduduk suatu desa atau bagi suatu keluarga, maka desa itu atau keluarga itu akan dipelihara oleh Allah dengan peliharaan yang amat ketat. 

Selanjutnya Syaikh Ali berkata: “Pernah aku diceritakan oleh sebagian orang bahwa ketika mereka takut menghadapi perampok yang akan menjarah rumah mereka, maka mereka membaca Ratib Habib Umar sehingga rumah mereka tidak sampai dijarah oleh kaum perampok itu meskipun jumlah mereka sebanyak 15 orang”.

Dipetik dari: Kelebihan Ratib: Uraian Ratib Al-Habib Umar bin Abdul Rahman Al-Aththas, oleh Sayyid Hassan bin Muhammad Al-Aththas, Masjid Ba’alwi Singapura, terbitan Hamid Offset Service

“FADHILAH    RATIB    AL- HADDAD”

Ratib Al-Haddad ini mengambil nama penyusunnya, yaitu Imam Abdullah bin Alwi Al-Haddad, ( lahir Sabiir – Tarim- Hadramaut - Yaman 1044 H ). Seorang pembaru Islam (mujaddid) yang terkenal doa-doa dan dzikir-dzikir karangan beliau, Ratib Al-Haddadlah yang paling terkenal dan masyhur. Ratib yang bergelar “Al-Ratib Al-Syahir” Ratib Yang Termasyhur disusun berdasarkan inspirasi, pada malam Lailatul Qadar 27 Ramadhan 1071 Hijriyah / 26 Mei 1661).

Ratib ini disusun untuk memenuhi permintaan salah seorang murid beliau, ‘Amir dari keluarga Bani Sa’d yang tinggal di sebuah kampung di Shibam, Hadhramaut. Tujuan ‘Amir membuat permintaan tersebut ialah bagi mengadakan suatu wirid dan dzikir untuk amalan penduduk kampungnya agar mereka dapat mempertahan dan menyelamatkan diri daripada ajaran sesat yang sedang melanda Hadhramaut ketika itu.

Pertama kalinya Ratib ini dibaca di kampung ‘Amir sendiri, yaitu di kota Shibam setelah mendapat izin dan ijazah daripada Al-Imam Abdullah Al-Haddad sendiri. Selepas itu Ratib ini dibaca di Masjid Al-Imam Al-Haddad di Al-Hawi, Tarim dalam tahun 1072 Hijriah bersamaan tahun 1662 Masehi. Pada kebiasaannya ratib ini dibaca berjamaah bersama doa dan nafalnya, setelah sholat Isya’. Pada bulan Ramadhan ia dibaca sebelum sholat Isya’ untuk menghindari kesempitan waktu untuk menunaikan solat Tarawih. Pengikut Imam Al-Haddad di kawasan-kawasan di mana Ratib al-Haddad ini diamalkan, dengan izin Allah kawasan-kawasan tersebut selamat dipertahankan daripada pengaruh sesat tersebut.

Apabila Imam Al-Haddad berangkat menunaikan ibadah Haji, Ratib Al-Haddad pun mulai dibaca di Makkah dan Madinah. Sehingga hari ini Ratib dibaca setiap malam di Bab al-Safa di Makkah dan Bab al-Rahmah di Madinah. Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi pernah menyatakan bahwa 

siapa yang membaca Ratib Al-Haddad dengan penuh keyakinan dan iman dengan terus membaca “ La ilaha illallah” hingga seratus kali (walaupun pada kebiasaannya dibaca lima puluh kali), ia mungkin dikurniakan dengan pengalaman yang di luar dugaannya.

Beberapa kebiasaan bisa didapati di dalam beberapa cetakan ratib Haddad ini terutama selepas Fatihah yang terakhir. Beberapa doa ditambah oleh pembacanya. Al-Habib Ahmad Masyhur bin Taha Al-Haddad memberi ijazah untuk membaca ratib ini dan menyarankannya dibaca pada waktu yang lain daripada yang tersebut di atas juga waktu dalam kesulitan. Mudah-mudahan siapa yang membaca ratib ini diselamatkan Allah daripada bahaya dan kesusahan. Amiin.

Ketahuilah bahwa setiap ayat, doa, dan nama Allah yang disebutkan di dalam ratib ini telah dipetik daripada Al-Qur’an dan hadits Rasulullah S.A.W. Terjemahan yang dibuat di dalam ratib ini, adalah secara ringkas. Bilangan bacaan setiap doa dibuat sebanyak tiga kali, karana ia adalah bilangan ganjil (witir). Ini ialah berdasarkan saran Imam Al-Haddad sendiri. Beliau menyusun dzikir-dzikir yang pendek yang dibaca berulang kali, dan dengan itu memudahkan pembacanya. Dzikir yang pendek ini, jika diamalkan selalu secara istiqamah, adalah lebih baik daripada dzikir panjang yang dibuat secara berkala Ratib ini berbeda daripada ratib-ratib yang lain susunan Imam Al-Haddad karana ratib Al-Haddad ini disusun untuk dibaca lazimnya oleh kumpulan atau jama’ah. Semoga usaha kami ini diberkahi Allah.

Kelebihan Ratib Al-Haddad :

Cerita-cerita yang dikumpulkan mengenai kelebihan RatibAl-Haddad banyak tercatat dalam buku Syarah Ratib Al-Haddad, antaranya;

Telah berkata Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Jufri yang bertempat tinggal di Seiwun (Hadhramaut): 

“Pada suatu masa kami serombongan sedang menuju ke Makkah untuk menunaikan haji, bahtera kami kandas tidak dapat meneruskan perjalanannya karana tidak ada angin yang mendorongnya. Maka kami berlabuh di sebuah pantai, lalu kami isikan gerbah-gerbah (tempat isi air terbuat dari kulit) kami dengan air, dan kami pun berangkat berjalan kaki siang dan malam, kerana kami bimbang akan ketinggalan haji. Di suatu perhentian, kami coba meminum air dalam gerbah itu dan kami dapati airnya payau dan asin, lalu kami buangkan air itu. Kami duduk tidak tahu apa yang mesti hendak dibuat.

Maka saya anjurkan rombongan kami itu untuk membaca ratib Haddad ini, mudah-mudahan Allah akan memberikan kelapangan dari perkara yang kami hadapi itu. Belum sempat kami habis membacanya, tiba-tiba kami lihat dari kejauhan sekumpulan orang yang sedang menunggang unta menuju ke tempat kami, kami bergembira sekali. Tetapi bila mereka mendekati kami, kami dapati mereka itu perampok-perampok yang kerap merampas harta-benda orang yang lalu-lalang di situ.

Namun rupanya Allah Ta’ala telah melembutkan hati mereka bila mereka dapati kami terdampar disitu, lalu mereka memberi kami minum dan mengajak kami menunggang unta mereka untuk disampaikan kami ke tempat sekumpulan kaum syarif tanpa diganggu kami sama sekali, dan dari situ kami pun berangkat lagi menuju ke Makkah untuk menunaikan haji, syukurlah atas karunia Allah karena berkat membaca ratib ini.

Cerita ini pula diberitakan oleh seorang yang mencintai keturunan Sayyid, katanya: “Sekali peristiwa saya berangkat dari negeri Ahsa’i menuju ke Hufuf. Di perjalanan itu saya terlihat kaum Badwi yang biasanya merampas hak orang yang melintasi perjalanan itu. Saya pun berhenti dan duduk, di mana tempat itu pula saya gariskan tanahnya mengelilingiku dan saya duduk di tengah-tengahnya membaca ratib ini. Dengan kuasa Allah mereka telah berlalu di hadapanku seperti orang yang tidak melihatku, sedang aku memandang mereka.”

Begitu juga pernah terjadi semacam itu kepada seorang alim yang mulia, namanya Hasan bin Harun ketika dia keluar bersama-sama teman-temannya dari negerinya di sudut Oman menuju ke Hadhramaut. Di perjalanan mereka berpapasan dengan gerombolan perampok, maka dia menyuruh orang-orang yang bersamanya membaca ratib ini. Alhamdulillah, gerombolan perampok itu tidak mengapa-apakan siapapun, malah mereka berlalu dengan tidak mengganggu.

Apa yang diberitakan oleh seorang Arif Billah Abdul Wahid bin Subait Az-Zarafi, katanya: Ada seorang penguasa yang ganas yang dikenal dengan nama Tahmas yang juga dikenal dengan nama Nadir Syah. Tahmas ini adalah seorang penguasa ajam yang telah menguasai banyak dari negeri-negeri di sekitarannya. Dia telah menyediakan tentaranya untuk memerangi negeri Aughan.Sultan Aughan yang bernama Sulaiman mengutus orang kepada Imam Habib Abdullah Haddad memberitahunya, bahwa Tahmas sedang menyiapkan tentara untuk menyerangnya. Maka Habib Abdullah Haddad mengirim ratib ini dan menyuruh Sultan Sulaiman dan rakyatnya membacanya. Sultan Sulaiman pun mengamalkan bacaan ratib ini dan memerintahkan tentaranya dan sekalian rakyatnya untuk membaca ratib ini dengan bertitah: 

“Kita tidak akan dapat dikuasai Tahmas karena kita ada benteng yang kuat, yaitu Ratib Haddad ini.” 

Benarlah apa yang dikatakan Sultan Sulaiman itu, bahwa negerinya terlepas dari penyerangan Tahmas dan selamat dari angkara penguasa yang ganas itu dengan sebab berkat Ratib Haddad ini.

Saudara penulis Syarah Ratib Al-Haddad ini yang bernama Abdullah bin Ahmad juga pernah mengalami peristiwa yang sama, yaitu ketika dia berangkat dari negeri Syiher menuju ke Bandar Syugrah dengan kapal, tiba-tiba angin berhenti tiada bertiup lagi, lalu kapal itu pun kandas tidak bergerak lagi. Agak lama kami menunggu namun tiada berhasil juga. Maka saya mengajak rekan-rekan membaca ratib ini , maka tidak berapa lama datang angin membawa kapal kami ke tujuannya dengan selamat dengan berkat membaca ratib ini.

Suatu pengalaman lagi dari Sayyid Awadh Barakat Asy-Syathiri Ba’alawi ketika dia belayar dengan kapal, lalu kapal itu telah sesat jalan sehingga membawanya kandas di pinggir sebuah batu karang. Ketika itu angin juga berhenti tidak dapat menggerakkan kapal itu keluar dari bahayanya. Kami sekalian merasa bimbang, lalu kami membaca ratib ini dengan niat Allah akan menyelamatkan kami. Maka dengan kuasa Allah datanglah angin dan menarik kami keluar dari tempat itu menuju ke tempat tujuan kami.  Maka karena itu saya amalkan membaca ratib ini. Pada suatu malam saya tertidur sebelum membacanya, lalu saya bermimpi Habib Abdullah Haddad datang mengingatkanku supaya membaca Ratib ini, dan saya pun tersadar dari tidur dan terus membaca Ratib Haddad itu.

Di antaranya lagi apa yang diceritakan oleh Syaikh Allamah Sufi murid Ahmad Asy-Syajjar, yaitu Muhammad bin Rumi Al-Hijazi, dia berkata:

“Saya bermimpi seolah-olah saya berada di hadapan al-Imam Habib Abdullah Haddad, penyusun ratib ini. Tiba-tiba datang seorang lelaki memohon sesuatu daripada Habib Abdullah Haddad, maka dia telah memberiku semacam rantai dan sayapun memberikannya kepada orang itu. Pada esok harinya, datang kepadaku seorang lelaki dan meminta dari padaku ijazah (kebenaran guru) untuk membaca Ratib Haddad ini, sebagaimana yang diijazahkan kepadaku oleh guruku Syaikh Ahmad Asy-Syajjar. Aku pun memberitahu orang itu tentang mimpiku semalam, yakni ketika saya berada di majlis al-Habib Abdullah Haddad, lalu ada seorang yang datang kepadanya. Kalau begitu, kataku, engkaulah orang itu.”

Dari kebiasaan Syaikh Al-Hijazi ini, dia selalu membaca Ratib Haddad ketika saat ketakutan baik di siang hari maupun malamnya, dan memang jika dapat dibaca pada kedua-dua masa itulah yang paling utama, sebagaimana yang dipesan oleh penyusun ratib ini sendiri.

Ada seorang dari kota Quds (Syam) sesudah dihayatinya sendiri tentang banyak kelebihan membaca Ratib ini, dia lalu membuat suatu ruang di sudut rumahnya yang dinamakan Tempat Baca Ratib, di mana dikumpulkan orang untuk mengamalkan bacaan ratib ini di situ pada waktu siang dan malam.

Di antaranya lagi, apa yang diberitakan oleh Sayyid Ali bin Hassan, penduduk Mirbath, katanya: 

“Sekali peristiwa aku tertidur sebelum aku membaca Ratib, aku lalu bermimpi datang kepadaku seorang Malaikat mengatakan kepadaku: “Setiap malam kami para Malaikat berkhidmat buatmu begini dan begitu dari bermacam-macam kebaikan, tetapi pada malam ini kami tidak membuat apa-apa pun karena engkau tidak membaca Ratib. Aku terus terjaga dari tidur lalu membaca Ratib Haddad itu dengan serta-merta.

Di antara yang diberitakan lagi, bahwa seorang pecinta kaum Sayyid, Muhammad bin Ibrahim bin Muhammad Mughairiban yang tinggal di negeri Shai’ar, dia bercerita: 

“Dari adat kebiasaan Sidi Habib Zainul Abidin bin Ali bin Sidi Abdullah Haddad yang selalu aku berkhidmat kepadanya tidak pernah sekalipun meninggalkan bacaan ratib ini. Tiba-tiba suatu malam kami tertidur pada awal waktu Isya, kami tiada membaca ratib dan tiada bersembahyang Isya, semua orang termasuk Sidi Habib Zainul Abidin. Kami tiada sadarkan diri melainkan di waktu pagi, di mana kami dapati sebagian rumah kami terbakar. Kini tahulah kami bahwa semua itu berlaku karena tiada membaca Ratib ini. Sebab itu kemudiannya kami tidak pernah meninggalkan bacaannya lagi, dan apabila sudah membacanya kami merasa tenteram, tiada sesuatu pun yang akan membahayakan kami, dan kami tiada bimbang lagi terhadap rumah kami, meskipun ia terbuat dari dedaunan korma, dan bila kami tiada membacanya, hati kami tidak tenteram dan selalu kebimbangan.”

Kami rasa cukup dengan beberapa cerita yang disampaikan di sini, mengenai kelebihan ratib ini dan anda sendiri dapat meneliti/menguji dengan mengamalkannya apa yang ditulis disini.

Sayyid al-Habib Muhammad bin Zain bin Semait sendiri pernah mengatakan dalam bukunya Ghayatul Qasd Wal Murad

bahwa ruh Sayyidina penyusun ratib ini akan hadir, apabila dibaca ratib ini, dan di sana masih banyak lagi rahasia-rahasia kebatinan/ruhaniyah yang lain yang dapat dicapai, ketika membacanya dan ini adalah mujarab dan benar-benar mujarab, tiada perlu diragukan lagi.

Berkata al-Habib Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Imam Abdullah al-Haddad (cicit Imam al-Haddad), penulis Syarah Ratib Al-Haddad:

 “Siapa yang melarang orang membaca Ratib ini dan juga wirid-wirid para shalihin, niscaya dia akan ditimpa bencana/bala' yang berat dari pada Allah Ta’ala, dan hal ini pernah berlaku dan bukan omong kosong.”

Berkata Sayyid al-Habib Muhammad bin Zain bin Semait Ba’alawi di dalam kitabnya Ghayatul Qasd Wal Murad: Telah berkata Sayyidina Habib Imam Abdullah Haddad:

“Siapa yang menentang atau membangkang orang yang membaca ratib kami ini sama ada secara terang-terangan atau disembunyikan pembangkangannya itu akan mendapat bencana seperti yang ditimpa ke atas orang-orang yang membelakangi dzikir dan wirid atau yang lalai hati mereka dari berdzikir kepada Allah Ta’ala."

Allah Ta’ala berfirman :

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka baginya akan ditakdirkan hidup yang sempit.” ( Thaha: 124 ) 

Allah berfirman lagi :

“Dan barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Pemurah, Kami adakan baginya syaitan yang diambilnya menjadi teman.” ( Az-Zukhruf: 36 ) 

Allah berfirman lagi :

“Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan Tuhannya, niscaya akan dimasukanNya ke dalam azab yang sangat berat.” ( Al-Jin: 17)

Inilah keutamaan yang diterangkan mengenai ratib ini, untuk mendorong anda supaya melazimkan diri mengamalkan bacaannya setiap hari, sekurang-kurangnya sehari setiap malam, mudah-mudahan anda akan terbuka hati untuk melakukannya dan mendapat faedah daripada amalan ini.

Dipetik dari: Syarah Ratib Haddad: Analisa dan Komentar – karangan Syed Ahmad Semait, terbitan Pustaka Nasional Pte. Ltd.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

document.body.className = document.body.className.replace('loading', ''); }, 10);