Cari lampu penerangan hajat? klik disiniCari keripik pisang banten klik disini jajanan nikmat ADA di sini jajanan nikmat ADA di sini TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGANNYA KUMPULAN-HADITS-HADITS

Kamis, 22 Agustus 2024

HADITS QUDSI

 

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang

Empat Puluh Hadits Qudsi


PERKENALAN

Berikut kumpulan 40 Hadits Qudsi. Tapi apa itu Hadits Qudsi dan apa bedanya dengan Hadits lainnya? Pembahasan berikut terdapat dalam pengantar buku berjudul “Empat Puluh Hadits Qudsi” terbitan: Revival of Islamic Heritage Society, Islamic Translation Center, POBox 38130, Aldahieh, Kuwait.

Hadits Qudsi adalah sabda Nabi Muhammad (damai dan berkah Allah besertanya) yang diwahyukan kepadanya oleh Allah SWT. Hadis Qudsi (atau Hadits Suci) dinamakan demikian karena, tidak seperti sebagian besar Hadis yang merupakan Hadis Nabi, otoritasnya (Sanad) tidak dapat ditelusuri kembali kepada Nabi tetapi kepada Yang Mahakuasa.

Di antara banyak definisi yang diberikan oleh para ulama awal mengenai Hadits Suci adalah dari as-Sayyid ash-Sharif al-Jurjani (meninggal tahun 816 H) dalam leksikonnya At-Tarifat dimana ia mengatakan: “Sebuah Hadits Suci adalah, mengenai maknanya. , dari Allah Yang Maha Kuasa; adapun perkataannya, itu dari Rasulullah (saw) Itu adalah apa yang Allah SWT telah sampaikan kepada Nabi-Nya melalui wahyu atau dalam mimpi, dan beliau, saw , telah menyampaikannya dengan kata-katanya sendiri. Jadi Al-Qur'an lebih unggul karena selain diturunkan, itu adalah kalimat-kalimat-Nya."



Koleksi Hadits

Anda bisa melompat ke hadis menggunakan angka, atau menggulir ke bawah.

HADITS QUDSI 1HADITS QUDSI 2HADITS QUDSI 3HADITS QUDSI 4
HADITS QUDSI 5 HADITS QUDSI 6HADITS QUDSI 7HADITS QUDSI 8
HADITS QUDSI 9 HADITS QUDSI 10HADITS QUDSI 11HADITS QUDSI 12
HADITS QUDSI 13 HADITS QUDSI 14HADITS QUDSI 15HADITS QUDSI 16
HADITS QUDSI 17 HADITS QUDSI 18HADITS QUDSI 19HADITS QUDSI 20
HADITS QUDSI 21 HADITS QUDSI 22HADITS QUDSI 23HADITS QUDSI 24
HADITS QUDSI 25 HADITS QUDSI 26HADITS QUDSI 27HADITS QUDSI 28
HADITS QUDSI 29 HADITS QUDSI 30HADITS QUDSI 31HADITS QUDSI 32
HADITS QUDSI 33 HADITS QUDSI 34HADITS QUDSI 35HADITS QUDSI 36
HADITS QUDSI 37 HADITS QUDSI 38HADITS QUDSI 39HADITS QUDSI 40


Hadits Qudsi 1 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda:

Ketika Allah menetapkan Penciptaan, Dia mengikrarkan diri-Nya dengan menuliskan dalam kitab-Nya yang dititipkan di sisi-Nya: Rahmat-Ku mengalahkan kemurkaan-Ku.

Hal ini diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh al-Bukhari, an-Nasa'i dan Ibnu Majah).


Hadits Qudsi 2 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda: Allah SWT bersabda:

Anak Adam mengingkari Aku dan dia tidak berhak melakukan hal itu. Dan dia mencerca Aku dan dia tidak mempunyai hak untuk melakukannya. Adapun dia yang mengingkari Aku adalah perkataannya: Dia tidak akan menjadikanku kembali sebagaimana Dia menjadikanku pada mulanya (1) dan penciptaan awal [dia] tidaklah lebih mudah bagi-Ku daripada memperbaharuinya. Adapun yang mencaci-maki Aku adalah perkataannya: Allah telah mengambil bagi dirinya seorang anak laki-laki, sedangkan Akulah Yang Maha Esa, Tempat Perlindungan yang Kekal. Aku tidak melahirkan dan Aku tidak dilahirkan, dan tidak ada seorang pun yang sebanding dengan-Ku.

(1) yaitu menghidupkan kembali aku setelah mati.

Hal ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (juga oleh an-Nasa'i).


Hadits Qudsi 3:

Dari Zaid bin Khalid al-Juhaniyy radhiyallahu 'anhu yang berkata:

Rasulullah SAW memimpin salat subuh untuk kami di al-Hudaybiyah setelah hujan pada malam hari. Ketika Nabi SAW selesai, dia menghadap orang-orang dan berkata kepada mereka: Tahukah kamu apa yang menfirmankan Tuhanmu? Mereka berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Dia berkata: Pagi ini salah satu hamba-Ku menjadi beriman kepada-Ku dan satu lagi menjadi kafir. Adapun orang yang mengatakan: Kami diberi hujan karena Allah dan rahmat-Nya, maka orang itu beriman kepada-Ku, dan kafir pada bintang-bintang (2); dan adapun orang yang mengatakan: Kami diberi hujan oleh bintang ini dan itu, maka orang itu kafir kepada-Ku, dan beriman kepada bintang-bintang.

(2) Orang Arab pra-Islam percaya bahwa hujan disebabkan oleh pergerakan bintang. Hadits ini menarik perhatian pada fakta bahwa apa pun penyebab langsung dari fenomena alam seperti hujan, Allah Yang Maha Kuasa adalah Pembuang segala sesuatu.

Hal ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (juga oleh Malik dan an-Nasa'i).



Hadits Qudsi 4:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda: Allah bersabda:

Anak-anak Adam mencela [perubahan-perubahan] Waktu, dan Akulah Waktu, di tangan-Ku ada malam dan siang (1).

(1) Karena Yang Maha Kuasa adalah Penguasa segala sesuatu, maka mencela musik yang merupakan bagian dari Waktu sama saja dengan mencela-Nya.

Hal ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (juga oleh Muslim).


Hadits Qudsi 5:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda: Allah SWT bersabda:

Saya sangat mandiri sehingga saya tidak membutuhkan rekanan. Demikianlah barangsiapa melakukan suatu perbuatan demi kepentingan orang lain dan juga kepentingan-Ku, maka perbuatan itu ditinggalkan oleh-Ku kepada orang yang dia persekutukan dengan-Ku.

Hal ini diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh Ibnu Majah).



Hadits Qudsi 6 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda:

Orang pertama yang akan diadili pada hari berhenti adalah seorang laki-laki yang mati syahid. Ia akan dibawa, lalu Allah akan memperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat-Nya, lalu ia pun mengenalinya. Allah berfirman: "Apa yang telah kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat itu?" Allah berfirman: “Aku telah mencintamu hingga aku mati syahid.” Allah berfirman: "Kamu telah berdusta, sesungguhnya kamu menggetarkan agar dikatakan: "Dia janji." Dan demikianlah yang telah dikatakan. Kemudian dia diperintahkan untuk diseret dengan wajahnya hingga ia dilemparkan ke dalam api neraka. Allah berfirman: "Dan orang yang lain lagi adalah seorang laki-laki yang telah mempelajari ilmu, mengajarkannya, dan membaca Al-Qur'an." Allah berfirman: "Apa yang telah kamu lakukan terhadap nikmat-nikmat itu?" Allah berfirman: "Aku telah mempelajari ilmu, mengajarkannya, dan membaca Al -Qur'an karena-Mu." Dia akan berkata: Kamu telah berbohong - kamu tidak lain hanyalah mempelajari ilmu [agama] agar dikatakan [tentangmu]: Dia orang yang terpelajar. Dan kamu membaca Al-Qur'an agar dikatakan [tentangmu] : Dia seorang pembaca.Dan demikianlah dikatakan.Kemudian dia akan diperintahkan untuk diseret di wajahnya hingga dia dilemparkan ke dalam api neraka.[Yang lain] akan menjadi seorang laki-laki yang telah Allah jadikan kaya dan kepadanya Dia telah memberikan semua jenis kekayaan. Dia akan dibawa dan Allah akan memberitahukannya nikmat-nikmat-Nya dan dia akan mengenalinya. [Yang Mahakuasa] akan berkata: Dan apa yang kamu lakukan terhadapnya? Dia akan berkata: Aku tidak meninggalkan jalan [yang tidak dilalui] di mana Engkau ingin uang dibelanjakan tanpa membelanjakannya untuk kepentingan-Mu. Dia akan berkata: Kamu telah berbohong - kamu tidak melakukannya sehingga dikatakan [tentangmu]: Dia dermawan. Dan demikianlah yang dikatakan. Kemudian dia akan diperintahkan untuk diseret di wajahnya hingga dia dilemparkan ke dalam api neraka.

Diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh at-Tirmidzi dan an-Nasa'i).



Hadits Qudsi 7:

Dari Uqbah bin Amir radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Tuhanmu senang kepada seorang penggembala yang di puncak tebing gunung mengumandangkan adzan dan shalat. Kemudian Allah (Maha Suci dan Maha Tinggi) berfirman: Lihatlah hamba-Ku ini, dia mengumandangkan adzan dan mendirikan shalat. Dia takut kepada-Ku. Aku telah mengampuni dosa-dosa hamba-Ku dan memasukkannya ke dalam surga.

Diriwayatkan oleh an-Nasa'i dengan sanad yang baik.



Hadits Qudsi 8:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi saw, yang bersabda:

Salat yang dikerjakan oleh orang yang belum membaca Dzat Al-Quran (1) di dalamnya kurang (dan ia mengulang-ulang bacaan tersebut sebanyak tiga kali), tidak lengkap. Ada yang berkata kepada Abu Hurairah: [Padahal] kita di belakang imam? (2) Ia berkata: Bacalah dalam hatimu sendiri, karena aku telah mendengar Nabi (semoga berkah dan kedamaian Allah yang menyertainya) bersabda: Allah (Maha Perkasa dan Maha Agung) telah berfirman: Aku telah membagi shalat antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian , dan hamba-Ku akan mendapatkan apa yang dimintanya. Ketika hamba itu mengucapkan: Alhamdulillahi rabbi l-alamin (3), Allah (Maha Perkasa dan Maha Agung) berfirman: Hamba-Ku telah memuji-Ku. Dan ketika dia mengatakan: Ar-rahmani r-rahim (4), Allah (perkasa dan agung jadilah Dia) mengatakan: Hamba-Ku telah memuji-Ku, dan ketika dia mengatakan: Maliki yawmi d-din (5), Allah berfirman: Hamba-Ku telah memuliakan-Ku - dan pada satu kesempatan Dia berkata: Hamba-Ku telah tunduk pada kekuatan-Ku. Dan ketika dia mengatakan: Iyyaka na budu wa iyyaka nasta di (6), Dia berkata: Ini adalah antara Aku dan hamba-Ku, dan hamba-Ku akan memiliki apa yang telah dimintanya. Dan ketika dia mengatakan: Ihdina s-sirata l-mustaqim, siratal ladhina an amta alayhim ghayril-maghdubi alayhim wa la d-dallin (7), Dia berkata: Ini adalah untuk hamba-Ku, dan hamba-Ku akan memiliki apa yang telah dimintanya.

(1) Surat al-Fatihah, surat pertama dalam Al-Qur'an.

(2) yaitu berdiri di belakang imam sambil mendengarkan imam membaca al-Fatihah.

(3) “Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.”

(4) “Yang Maha Penyayang, Yang Maha Penyayang”.

(5) "Penguasa Hari Pengadilan".

(6) “Hanya kepada-Mulah kami menyembah dan hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan”.

(7) “Tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau berikan nikmat kepadanya, bukan jalan orang-orang yang Engkau murka dan bukan jalan orang-orang yang sesat”.

Diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh Malik, at-Tirmidzi, Abu Dawud, an-Nasa'i dan Ibnu Majah).



Hadits Qudsi 9 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang bersabda: Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Amal pertama yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh seorang hamba Allah di hari kiamat adalah shalatnya. Jika shalatnya teratur, maka ia beruntung dan berhasil. Jika shalatnya kurang, maka ia telah gagal dan merugi. Jika shalat wajibnya ada yang kurang, maka Allah berfirman: Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah yang dapat menyempurnakan shalat wajibnya yang kurang. Maka amal-amalnya yang lain akan dinilai dengan cara yang sama.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (juga oleh Abu Dawud, an-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ahmad).



Hadits Qudsi 10:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang bersabda: Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Puasa itu milik-Ku dan Akulah yang memberikan pahala untuknya. [Seseorang] meninggalkan hawa nafsunya, makanannya, dan minumannya demi Aku. Puasa itu seperti perisai, dan orang yang berpuasa memiliki dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika ia berbuka dan kebahagiaan ketika ia bertemu dengan Tuhannya. Perubahan nafas mulut orang yang berpuasa lebih baik di sisi Allah daripada bau kasturi.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari (juga oleh Muslim, Malik, at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibnu Majah).



Hadits Qudsi 11:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang bersabda: Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Infakkanlah (harta karun)mu, hai anak Adam, niscaya aku akan menafkahkannya untukmu.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari (juga oleh Muslim).



Hadits Qudsi 12 :

Dari Abu Mas’ud Al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Seorang laki-laki dari orang-orang sebelum kalian telah dimintai pertanggungjawaban. Tidak ditemukan kebaikannya kecuali bahwa ia biasa bergaul dengan manusia dan, karena ia kaya, ia memerintahkan pembantunya untuk membebaskan orang yang dalam keadaan terjepit [dari membayar utangnya]. Ia (Nabi saw) berkata bahwa Allah berfirman: Kami lebih berhak daripadamu untuk itu (kedermawananmu). Bebaskanlah dia.

Diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh al-Bukhari dan an-Nasa'i).



Hadits Qudsi 13 :

Dari Adiyy bin Hatim radhiyallahu 'anhu, dia berkata:

Aku pernah bersama Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, lalu datanglah doa orang laki-laki kepadanya. Salah seorang dari mereka mengeluh tentang kemiskinan dan yang lainnya mengeluh tentang kekurangan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Adapun merangkulan, maka tidak lama lagi akan keluar kafilah dari Mekkah tanpa pengawalan. Mengenai kemiskinan, maka tidak akan tiba hari berhenti sebelum salah seorang dari kalian membawa sedekahnya, tetapi tidak menemukan seseorang yang memilikinya. Kemudian, sesungguhnya salah satu dari kalian akan berdiri di sisi Allah, padahal tidak ada perjanjian antara Allah dan dia dan tidak ada seorang pun yang dapat menerjemahkannya. Kemudian Allah berfirman kepadanya, “bukankah Aku telah mendatangkan harta kepadamu?” Dia menjawab, “Ya.” Kemudian Allah berfirman, “Bukankah Aku telah mengutus seorang utusan kepadamu?” Dia menjawab, “Ya.” Dan dia menoleh ke kanan, maka dia tidak melihat kecuali api neraka, kemudian menoleh ke kiri, maka dia tidak melihat kecuali api neraka. Maka hendaklah masing-masing kamu menjaga diri dari api neraka, meskipun dengan setengah butir kurma. Jika dia tidak ditayangkan, maka dengan ucapan yang baik.

(1) yakni pada saat terjadinya kiamat. Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari.



Hadits Qudsi 14:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dari Nabi saw, yang bersabda:

Allah SWT mempunyai malaikat-malaikat supernumerary yang berkeliling mencari kumpulan yang menyebut nama Allah: mereka duduk berdampingan dan melipat sayapnya satu sama lain, mengisi apa yang ada di antara mereka dan di antara langit yang paling bawah. Ketika [orang-orang yang berkumpul] berangkat, [para malaikat] naik dan naik ke surga. Beliau (Nabi SAW) bersabda: Lalu Allah SWT bertanya kepada mereka, padahal Dialah yang paling mengetahui tentang mereka: Dari mana kamu berasal? Dan mereka berkata: Kami datang dari beberapa hamba-Mu di bumi: mereka memuliakan Engkau (Subhana Allah), meninggikan Engkau (Allahu akbar), menceritakan bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau (La ilaha illa Allah), memuji Engkau (Al -Hamdu lillah ), dan meminta [nikmat] kepada-Mu. Dia berkata: Dan apa yang mereka minta kepada-Ku? Mereka berkata: Mereka meminta kepadamu surgamu. Dia berkata: Dan pernahkah mereka melihat Surga-Ku? Mereka berkata: Tidak, ya Tuhan. Beliau bersabda: Dan bagaimana jadinya mereka jika melihat Surga-Ku! Mereka berkata: Dan mereka memohon perlindungan kepada-Mu. Beliau bersabda: Dari apakah mereka meminta perlindungan kepada-Ku? Mereka berkata: Dari api Neraka-Mu ya Rabb. Beliau bertanya: Dan pernahkah mereka melihat api Neraka-Ku? Mereka berkata: TIDAK. Beliau bersabda: Dan bagaimana mereka bisa melihat api Neraka-Ku? Mereka berkata: Dan mereka memohon ampun kepada-Mu. Beliau (Nabi SAW) bersabda: Kemudian Beliau bersabda: Aku telah mengampuni mereka dan Aku telah melimpahkan kepada mereka apa yang mereka minta, dan Aku telah memberi mereka perlindungan dari apa yang mereka minta perlindungan. Beliau (Nabi SAW) bersabda: Mereka berkata: Ya Tuhan, di antara mereka ada seorang hamba yang banyak berbuat dosa, yang hanya sekedar lewat dan duduk bersama mereka. Dia (Nabi SAW) bersabda: Dan Dia bersabda: Dan kepadanya (juga) Aku telah memberikan pengampunan: dia yang duduk bersama orang-orang seperti itu tidak akan menderita.

Hal ini diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi, dan an-Nasa'i).



Hadits Qudsi 15:

Dari Abu Harayrah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Nabi (saw) bersabda: Allah SWT bersabda:

Aku seperti yang disangka hamba-Ku (1). Aku bersamanya ketika dia menyebut-nyebut Aku. Jika dia menyebut-nyebut Aku pada dirinya sendiri, maka Aku pun menyebut-nyebutnya pada diri Ku; dan jika dia menyebut Aku dalam suatu majelis, maka Aku menyebut dia dalam majelis yang lebih baik dari itu. Dan jika dia mendekati-Ku sejauh satu lengan, maka Aku mendekati sejauh satu depa. Dan jika dia datang berjongkok dengan berjalan kaki, maka Aku akan mendatanginya dengan cepat.

(1) kemungkinan terjemahan lain dari bahasa Arab adalah: "Aku seperti yang diharapkan oleh hamba-Ku". Maknanya, ampunan dan diterimanya taubat oleh Yang Maha Kuasa tergantung pada hamba-Nya yang benar-benar beriman bahwa Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Akan tetapi, jika keyakinan tersebut tidak disertai dengan tindakan yang benar, maka hal itu sama saja dengan mengejek Yang Mahakuasa.

Hal ini diriwayatkan oleh al-Buhkari (juga oleh Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).



Hadits Qudsi 16:

Dari putra Abbas radhiyallahu 'anhu, dari Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, di antara sabda yang diriwayatkannya dari Rabbnya shalallahu 'alaihi wa sallam adalah bahwa Allah bersabda:

Allah telah menuliskan kebaikan dan keburukan. Kemudian Allah menjelaskannya [dengan mengatakan] barangsiapa yang meniatkan kebaikan namun tidak melakukannya, maka Allah menuliskannya di sisi-Nya sebagai kebaikan yang sempurna, namun jika ia telah meniatkannya dan telah melakukannya, maka Allah menuliskannya di sisi-Nya sebagai kebaikan sepuluh kali lipat, tujuh ratus kali lipat, atau berkali-kali lipat. Namun jika ia telah meniatkannya dan tidak melakukannya, maka Allah menuliskannya di sisi-Nya sebagai kebaikan yang sempurna, namun jika ia telah meniatkannya dan telah melakukannya, maka Allah menuliskannya sebagai satu keburukan.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.



Hadits Qudsi 17 :

Dari Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu 'anhu, dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa di antara sabda yang diriwayatkannya dari Rabbnya radhiyallahu 'anhu, adalah bahwa Dia bersabda:

Wahai hamba-Ku, Aku telah mengharamkan kezaliman bagi-Ku dan telah mengharamkannya di antara kalian, maka janganlah kalian menzalimi sebagian dari kalian. Wahai hamba-Ku, kalian semua sesat, kecuali orang-orang yang telah Aku beri petunjuk, maka mintalah petunjuk kepada-Ku, niscaya Aku akan memberi petunjuk kepada kalian. Wahai hamba-Ku, kalian semua lapar, kecuali orang-orang yang telah Aku beri makan, maka mintalah makanan kepada-Ku, niscaya Aku akan memberi makan. Wahai hamba-Ku, kalian semua telanjang, kecuali orang-orang yang telah Aku beri pakaian, maka mintalah pakaian kepada-Ku, niscaya Aku akan memberi pakaian. Wahai hamba-Ku, kalian melakukan dosa di malam dan siang hari, padahal Aku mengampuni dosa-dosa kalian, maka mintalah ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni dosa-dosa kalian. Wahai hamba-Ku, kalian tidak akan dapat menyakiti-Ku sehingga dapat menyakiti-Ku, dan tidak akan dapat memberi manfaat kepada-Ku sehingga dapat memberi manfaat kepada-Ku. Wahai hamba-Ku, seandainya orang yang pertama di antara kalian dan yang terakhir di antara kalian, manusia di antara kalian dan jin di antara kalian bertakwa seperti orang yang paling taat hatinya di antara kalian, niscaya kerajaan-Ku tidak akan bertambah sedikit pun. Wahai hamba-Ku, andaikata orang pertama dan terakhir di antara kalian, manusia di antara kalian dan jin di antara kalian sejahat-jahatnya hati salah seorang di antara kalian, itu tidak akan mengurangi kerajaan-Ku sedikit pun. Wahai hamba-Ku, andaikata orang pertama dan terakhir di antara kalian, manusia di antara kalian dan jin di antara kalian bangkit di satu tempat lalu memohon kepada-Ku, dan andaikata Aku memberikan kepada setiap orang apa yang dimintanya, itu tidak akan mengurangi apa yang ada pada-Ku, seperti jarum yang dimasukkan ke dalamnya untuk mengecilkan lautan. Wahai hamba-Ku, sesungguhnya amal kalianlah yang Aku hisab bagi kalian, kemudian Aku memberi balasan kepadamu, maka hendaklah ia yang menemukan kebaikan memuji Allah dan hendaklah ia yang menemukan kebaikan janganlah mencela kecuali dirinya sendiri.

Diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah).



Hadits Qudsi 18:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Allah subhanahu wa ta'ala akan berfirman pada hari berhenti:

Wahai anak Adam, Aku jatuh sakit dan kamu tidak menjengukku. Dia akan berkata: Ya Tuhan, dan bagaimana saya bisa mengunjungi-Mu padahal Engkau adalah Penguasa alam semesta? Dia akan berkata: Tidakkah kamu mengetahui bahwa hamba-Ku ini dan itu jatuh sakit dan kamu tidak menjenguknya? Tidakkah kamu mengetahui bahwa jika kamu mengunjunginya kamu akan menemukan Aku bersamanya? Wahai anak Adam, Aku meminta makanan kepadamu, namun kamu tidak memberiku makan. Dia akan berkata: Ya Tuhan, dan bagaimana aku harus memberi makan kepada-Mu padahal Engkau adalah Tuhan semesta alam? Dia berkata: Tidakkah kamu mengetahui bahwa hamba-Ku Anu meminta makanan kepadamu, padahal kamu tidak memberi makan? Tidakkah kamu mengetahui bahwa seandainya kamu memberi makan, niscaya kamu akan mendapat (pahala) itu di sisi-Ku? Wahai anak Adam, Aku memintamu untuk memberiku minum, namun kamu tidak memberiku minuman. Dia akan berkata: Ya Tuhan, bagaimana aku harus memberi-Mu minuman ketika Engkau adalah Penguasa alam semesta? Dia akan berkata: Hamba-Ku Anu memintamu untuk memberi minum dan kamu tidak memberi minuman. Seandainya kamu memberi minum, niscaya kamu akan tiba pada-Ku.

Hal ini diriwayatkan oleh Muslim.



Hadits Qudsi 19:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda: Allah (Dia yang Maha Perkasa dan Maha Tinggi) bersabda:

Kebanggaan adalah jubah-Ku dan keagungan jubah-Ku, dan siapa yang menandingi Aku dalam salah satu di antara keduanya, akan Aku lemparkan ke dalam api Neraka.

Hal ini diceritakan oleh Abu Dawud (juga oleh Ibnu Majah dan Ahmad) dengan rantai otoritas yang kuat. Hadits ini juga muncul dalam Muslim dalam versi lain.



Hadits Qudsi 20 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda:

Pintu-pintu surga akan dibuka pada hari Senin dan Kamis, dan setiap hamba [Allah] yang tidak menyekutukan Allah dengan apa pun, akan diamuni, kecuali orang yang mempunyai dendam terhadap saudaranya. [Tentang mereka] akan dikatakan: Tundalah keduanya sampai mereka berdamai; tunda keduanya sampai mereka berdamai.

Hal ini diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh Malik dan Abu Dawud).


Hadits Qudsi 21:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda bahwa Allah SWT bersabda:

Ada tiga (1) orang yang menjadi lawan Aku di Hari Kebangkitan: orang yang menjanjikan janjinya melalui Aku, lalu mengingkarinya; seseorang yang telah menjual orang bebas (2) dan telah menghabiskan harganya; dan seseorang yang mempekerjakan seorang pekerja, telah menuntut haknya secara penuh dan belum memberikan upahnya.

(1) yaitu tipe pria.

(2) yaitu seseorang yang memperbudak orang lain dan menjualnya.

Hal ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (juga oleh Ibnu Majah dan Ahmad bin Hanbal).


Hadits Qudsi 22:

Dari Abu Sa'id radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda:

Janganlah ada seorang pun di antara kamu yang meremehkan dirinya sendiri. Mereka bertanya: Ya Rasulullah, bagaimana mungkin ada di antara kami yang meremehkan dirinya sendiri? Dia berkata: Dia menemukan sesuatu tentang Allah yang harus dia katakan, namun dia tidak menyatakannya, maka Allah SWT berkata kepadanya pada hari berhenti: Apa yang menghalangimu untuk mengatakan sesuatu? ini-dan-itu dan ini-dan-itu? Dia berkata: [Itu] karena takut pada manusia. Kemudian Dia bersabda: Justru Akulah yang lebih patut kamu takuti.

Hal ini diceritakan oleh Ibnu Majah dengan rangkaian otoritas yang kuat.


Hadits Qudsi 23 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda: Allah akan berfirman pada hari berhenti:

Di mana mereka saling mencintai melalui kemuliaan-Ku? Pada hari ini Aku akan memberi mereka naungan dalam naungan-Ku, karena hari itu tidak ada naungan selain naungan-Ku.

Hal ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (juga oleh Malik).


Hadits Qudsi 24:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda:

Jika Allah telah mencintai hamba-Nya, Dia memanggil Jibril (as) dan berkata: Aku mencintai Anu, maka mencintailah dia. Dia (Nabi saw) berkata: Jadi Jibril mencintainya. Kemudian dia (Jibril) berseru ke surga sambil berkata: Allah mencintai si Anu, maka mencintailah dia. Dan penghuni surga mencintainya. Beliau (SAW) bersabda: Kemudian ditetapkan baginya penerimaan di muka bumi. Dan jika Allah membenci seorang hamba-Nya, Dia memanggil Jibril dan bersabda: Aku membenci si Anu, maka dari itu aku membenci dia. Jadi Jibril membencinya. Kemudian Jibril berseru kepada penghuni surga: Allah membenci si Anu, maka dari itu dia membencinya. Beliau (SAW) bersabda: Maka mereka membencinya, dan kebencian yang ditegakkannya di muka bumi.

Hal ini diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh al-Bukhari, Malik, dan at-Tirmidzi).


Hadits Qudsi 25:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda: Allah (Dia yang Maha Perkasa dan Maha Tinggi) bersabda:

Barangsiapa memusuhi orang yang mengabdi kepada-Ku, maka Aku akan mendesak melawannya. Hamba-Ku tidak mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai selain kewajiban-kewajiban agama yang Aku perintahkan kepadanya, dan hamba-Ku selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan yang haram agar Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, Akulah pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, tangan yang ia gunakan untuk memukul, dan kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta sesuatu kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepadanya, dan jika dia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya. Aku tidak ragu-ragu terhadap apa pun sebagaimana Aku ragu untuk [merebut] jiwa hamba-Ku yang setia: dia membenci kematian dan Aku benci menyakitinya.

Hal ini diriwayatkan oleh al-Bukhari.


Hadits Qudsi 26:

Dari Abu Umamah radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Sungguh, di antara orang-orang yang bertakwa kepada-Ku, yang paling Aku sukai adalah orang mukmin yang miskin dan banyak shalat, yang khusyuk beribadah kepada Tuhannya dan menaati-Nya dalam hati, yang tidak dikenal di tengah masyarakat dan tidak dituntun, dan rezekinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhannya, tetapi ia bersabar. Kemudian Nabi (saw) menampar tangannya dan berkata: Kematian akan segera menghampirinya, pelayatnya sedikit, dan hartanya sedikit.

(1) artinya dia tidak menyolok dalam ketaatannya.

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (juga oleh Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Majah). Rantai otoritasnya kuat.



Hadits Qudsi 27:

Dari Masruq dia berkata:

Kami bertanya kepada Abdullah (yaitu Ibnu Masud) tentang ayat ini: Dan janganlah kamu menganggap orang-orang yang tersesat di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan diberi rezeki. (QS. Ali Imran : 169). Ia berkata: Kami bertanya tentang hal itu, lalu Nabi (saw) berkata: Jiwa mereka berada di perut burung hijau yang memiliki lentera yang tergantung di Arsy, berkeliaran bebas di surga di mana saja yang mereka suka, lalu berlindung di lentera-lentera itu. Maka Tuhan mereka memandang mereka (1) dan berkata: Apakah kamu menginginkan sesuatu? Mereka berkata: Apa yang kami inginkan, sementara kami berkeliaran bebas di surga di mana saja yang kami suka? Dan demikianlah yang dilakukan-Nya kepada mereka tiga kali. Ketika mereka berkata bahwa mereka tidak akan luput dari permintaan [lagi], mereka berkata: Ya Tuhan, kami ingin agar Engkau mengembalikan jiwa kami ke dalam tubuh kami agar kami dapat menelepon di jalan-Mu sekali lagi. Dan ketika Dia melihat bahwa mereka tidak membutuhkan apa pun, mereka dibiarkan begitu saja.

(1) yakni kepada orang-orang yang tersebar di jalan Allah.

Diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh at-Tirmidzi, an-Nasa'i dan Ibnu Majah).



Hadits Qudsi 28:

Dari Jundub bin Abdullah radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Di antara orang-orang sebelum kalian ada seorang laki-laki yang terluka. Ia sangat menderita sehingga ia mengambil pisau dan mengiris tangannya, darahnya tidak berhenti mengalir hingga ia meninggal. Allah SWT berfirman: Hamba-Ku telah mendahului-Ku, dan Aku telah mengharamkannya surga.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari.



Hadits Qudsi 29:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Balasan dari-Ku bagi hamba-Ku yang setia, jika Aku telah mengambil sahabat karibnya dari penduduk dunia, kemudian ia bersabar karena-Ku, maka tidak lain adalah surga.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari.



Hadits Qudsi 30 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

Jika hamba-Ku senang bertemu dengan-Ku, Aku pun senang bertemu dengannya; dan jika dia tidak suka bertemu dengan-Ku, Aku pun tidak suka bertemu dengannya. Penjelasan Nabi tentang hadits suci ini: Barangsiapa senang bertemu dengan Allah, Allah pun senang bertemu dengannya; dan barangsiapa tidak suka bertemu dengan Allah, Allah pun tidak suka bertemu dengannya. Aisyah radhiyallahu 'anhu berkata: Wahai Nabi Allah, apakah karena tidak suka mati, karena kita semua tidak suka mati? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Tidak demikian. Akan tetapi, jika seorang mukmin diberi kabar tentang rahmat Allah, keridhaan-Nya, dan surga-Nya, maka ia senang bertemu dengan Allah dan Allah pun senang bertemu dengannya. Akan tetapi, jika seorang kafir diberi kabar tentang azab Allah dan murka-Nya, maka ia tidak suka bertemu dengan Allah dan Allah pun tidak suka bertemu dengannya.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Malik. Versi Nabi diriwayatkan oleh Muslim.



Hadits Qudsi 31:

Dari Jundub radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam meriwayatkan:

Seorang laki-laki berkata: Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan. Mendengar itu Allah SWT berfirman: Siapakah yang bersumpah demi-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan? Sesungguhnya Aku telah mengampuni si fulan dan telah menghapus amal-amalmu (atau sebagaimana yang dikatakannya).

(1) Hadits senada yang diriwayatkan oleh Abu Dawud menunjukkan bahwa orang yang dimaksud adalah seorang laki-laki yang emas, yang amal salehnya yang terdahulu menjadi sia-sia karena ia mengira bahwa Allah tidak akan mengampuni dosa-dosa seseorang.

Hal itu disampaikan oleh Muslim.



Hadits Qudsi 32 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Seorang laki-laki berdosa besar terhadap dirinya sendiri, dan ketika kematian datang kepadanya, ia memerintahkan anak-anaknya, katanya: Ketika aku mati, bakar aku, lalu hancurkan aku dan tebarkan [abuku] ke laut, karena, demi Allah, jika Tuhanku menguasai aku, Dia akan menghukumku dengan cara yang belum pernah Dia lakukan kepada siapa pun [lainnya]. Jadi mereka melakukan itu padanya. Kemudian Dia berkata kepada bumi: Keluarkan apa yang telah kamu ambil - dan di sanalah dia! Dan Dia berkata kepadanya: Apa yang mendorongmu untuk melakukan apa yang kamu lakukan? Dia berkata: Karena takut kepada-Mu, ya Tuhanku (atau dia berkata: Karena takut kepada-Mu) dan karena itu Dia memaafkannya.

Diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh al-Bukhari, an-Nasa'i dan Ibnu Majah).



Hadits Qudsi 33 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa di antara hal-hal yang diriwayatkan dari Rabb-nya, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Seorang hamba [Allah] melakukan dosa dan berkata: Ya Allah, ampuni dosaku. Dan Dia (Dia yang Maha Suci dan Maha Tinggi) bersabda: Hamba-Ku telah melakukan dosa dan mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa dan menghukumnya. Kemudian dia berbuat dosa lagi dan berkata: Ya Tuhan, ampunilah dosaku. Dan Dia (Dia yang Maha Suci dan Maha Tinggi) bersabda: Hamba-Ku telah melakukan dosa dan mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa dan menghukumnya. Kemudian dia berbuat dosa lagi dan berkata: Ya Tuhan, ampunilah dosaku. Dan Dia (Dia yang Maha Suci dan Maha Tinggi) bersabda: Hamba-Ku telah melakukan dosa dan mengetahui bahwa dia mempunyai Tuhan yang mengampuni dosa dan menghukum dosa. Lakukanlah sesukamu, karena aku telah memaafkanmu.

Hal ini diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh al-Bukhari).



Hadits Qudsi 34:

Dari riwayat Anas radhiyallahu 'anhu yang berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: Allah SWT bersabda:

Wahai anak Adam, selama kamu mengeluh kepada-Ku dan meminta kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni perbuatanmu, dan Aku tidak akan menyetujuinya. Wahai anak Adam, seandainya dosa-dosamu sampai setinggi awan di langit, dan seandainya kamu kemudian memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku ampuni kamu. Wahai anak Adam, seandainya kamu datang kepada-Ku dengan dosa-dosa yang sebesar bumi, lalu kamu menghadap-Ku tanpa mempersekutukan-Ku, niscaya Aku akan memberikan kepadamu rahmat yang sebesar itu.

Hal ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (juga oleh Ahmad bin Hanbal). Rantai otoritasnya bagus.



Hadits Qudsi 35 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu yang mengatakan bahwa Rasulullah (saw) bersabda:

Tuhan kita (yang dimuliakan dan ditinggikan Dia) turun setiap malam ke langit bumi ketika masih ada lorong malam terakhir, dan Dia berfirman: Siapakah yang mengumpulkankan doa kepada-Ku agar Aku dapat mengabulkannya? Siapakah yang meminta sesuatu kepada-Ku agar Aku dapat memberikannya kepadanya? Siapakah yang memohon ampun kepadaKu agar Aku mengampuninya?

Hal ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (juga oleh Muslim, Malik, at-Tirmidzi dan Abu Dawud).

Dalam versi Muslim, hadis tersebut diakhiri dengan kata-kata:

Dan demikianlah Dia terus melakukannya sampai [cahaya] fajar bersinar.



Hadits Qudsi 36:

Berdasarkan riwayat Anas radhiyallahu 'anhu dari Nabi SAW yang bersabda:

Orang-orang beriman akan berkumpul pada hari berhenti dan berkata: bukankah kita harus meminta [seseorang] untuk memberi syafaat bagi kita di sisi Tuhan kita? Maka mereka akan mendatangi Adam dan berkata: Engkau adalah Bapak umat manusia; Allah menciptakanmu dengan tangan-Nya, Dia membuat para malaikat-Nya bersujud kepadamu dan Dia mengajarimu nama-nama segala sesuatu, maka syafaatlah kami bersamamu Tuhan agar Dia memberi kami keringanan dari tempat kami berada ini. Dan dia akan berkata: Saya tidak dalam posisi [melakukan itu], dan dia akan menyebutkan kesalahannya dan akan merasa malu dan akan berkata: Pergilah kepada Nuh, karena dialah utusan pertama yang diutus Allah kepada penduduk bumi. . Lalu mereka datang ke arahnya dan dia berkata: Saya tidak dalam posisi [melakukan hal itu] – dan dia menyebutkan bahwa dia telah meminta sesuatu kepada Tuhannya yang dia sendiri tidak mengetahuinya (Quran Bab 11 Ayat 45-46), dan dia akan merasa malu dan berkata : Pergilah ke Sahabat Yang Maha Penyayang (Abraham). Maka mereka mendatanginya dan dia berkata: Saya tidak mampu (melakukan hal itu). Pergilah kepada Musa, seorang hamba yang kepadanya Allah berbicara dan yang kepadanya Dia memberikan Taurat. Maka mereka akan mendatanginya dan dia berkata: Saya tidak dalam posisi [melakukan hal itu] – dan dia akan membahas pembicaraan tentang kehidupan selain kehidupan (Quran Surat 28 Ayat 15-16), dan dia akan merasa malu di hadapan Tuhannya dan berkata: Pergilah kepada Isa, hamba dan utusan Allah, firman dan ruh Allah. Maka mereka mendatanginya dan dia berkata: Saya tidak mampu (melakukan hal itu). Pergilah kepada Muhammad (ṣallallāhu 'alaihi wa sallam), seorang hamba yang telah diamuni Allah segala kesalahannya, baik yang lalu maupun yang akan datang. Maka mereka akan mendatangiku dan aku akan berangkat meminta izin untuk datang kepada Tuhanku, dan izin akan diberikan, dan ketika aku melihat Tuhanku, aku akan bersujud. Dia akan meninggalkanku demikian selama yang dikehendaki-Nya, dan kemudian dikatakan [kepadaku]: Angkat kepalamu. Mintalah maka akan dikabulkan. Bicaralah dan itu akan didengar. Bersyafaatlah dan syafaatmu akan diterima. Maka aku akan mengangkat kepalaku dan memuji Dia dengan bentuk pujian yang akan Dia ajarkan padaku. Kemudian aku akan memberi syafaat dan DIA akan memberiku batasan [mengenai jumlah orang], maka aku akan memasukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku akan kembali kepada-Nya, dan ketika aku melihat Tuhanku [aku akan sujud] seperti semula. Kemudian aku akan memberi syafaat dan Dia akan memberiku batasan [mengenai jumlah orang]. Maka aku akan memasukkan mereka ke dalam surga. Kemudian aku akan kembali lagi untuk ketiga kalinya, kemudian untuk yang keempat selamanya, dan aku akan berkata: Yang tersisa di api neraka hanyalah orang-orang yang telah dikurung dalam Al-Quran dan yang harus berada di sana selama-lamanya. Dari api neraka akan keluar orang yang bersabda:Tidak ada Tuhan selain Allah dan di dalam hati terdapat kebaikan seberat jagung jelai; kemudian akan keluar dari api neraka orang yang berkata: Tidak ada Tuhan selain Allah dan yang di dalam hatinya ada kebaikan seberat sebutir gandum; maka akan keluar dari api neraka orang yang bersabda: Tiada Tuhan selain Allah dan di dalam hatinya terdapat kebaikan seberat atom.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari (juga oleh Muslim, at-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).



Hadits Qudsi 37 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: Allah berfirman:

Aku telah menyediakan bagi hamba-hamba-Ku yang saleh apa yang belum pernah dilihat oleh mata, belum pernah didengar oleh telinga, dan belum pernah terlintas dalam hati manusia. Maka bacalah jika kamu mau (1): Dan tidak ada seorangpun yang mengetahui keindahan apa yang telah disembunyikan bagi mereka (para penghuni surga) (QS. 32:17).

(1) Kalimat “Bacalah jika kamu mau” adalah kalimat Abu Harayrah.

Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Muslim, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.



Hadits Qudsi 38 :

Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Ketika Allah menciptakan surga dan api neraka, Dia mengutus Jibril ke surga dan berkata: Lihatlah surga dan apa yang telah Aku persiapkan di dalamnya untuk para penghuninya. Nabi (saw) berkata: Maka dia datang ke sana dan melihatnya dan apa yang telah Allah persiapkan di dalamnya untuk para penghuninya. Nabi (saw) berkata: Maka dia kembali kepada-Nya dan berkata: Demi kemuliaan-Mu, tidak ada seorang pun yang mendengar kecuali memasukinya. Maka Dia memerintahkan agar neraka itu dikelilingi oleh berbagai bentuk kesulitan, dan Dia berkata: Kembalilah ke sana dan lihatlah apa yang telah Aku persiapkan di dalamnya untuk para penghuninya. Nabi (saw) berkata: Maka dia kembali ke sana dan mendapati bahwa neraka itu dikelilingi oleh berbagai bentuk kesulitan (1). Kemudian dia kembali kepada-Nya dan berkata: Demi kemuliaan-Mu, aku khawatir tidak ada seorang pun yang akan memasukinya. Dia berkata: Pergilah ke neraka dan lihatlah neraka itu dan apa yang telah Aku persiapkan di dalamnya untuk para penghuninya, dan dia mendapati bahwa neraka itu berlapis-lapis, satu di atas yang lain. Kemudian dia kembali kepada-Nya dan berkata: Demi kemuliaan-Mu, tidak ada seorang pun yang mendengar akan memasukinya. Maka Dia diperintahkan agar neraka itu diliputi oleh hawa nafsu. Kemudian Dia berkata: Kembalilah kepadanya. Dan dia kembali kepadanya dan berkata: Demi kemuliaan-Mu, aku takut tidak ada pun yang akan lolos dari memasukinya.

(1) Kata Arab yang digunakan di sini adalah “makarih”, yang maknanya secara harfiah adalah “hal-hal yang tidak disukai”. Dalam konteks ini, kata tersebut mengacu pada bentuk-bentuk disiplin keagamaan yang biasanya dianggap berat oleh manusia.

Diriwayatkan oleh Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini baik dan sahih (juga oleh Abu Dawud dan an-Nasa'i).



Hadits Qudsi 39 :

Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Surga dan Neraka saling beradu pendapat, lalu Neraka berkata: Di dalam diriku ada orang-orang yang kuat dan sombong. Surga berkata: Di dalam diriku ada orang-orang yang lemah dan orang-orang yang miskin. Maka Allah memutuskan perkara di antara keduanya: Kamu adalah Surga, rahmat-Ku; dengan dirimu Aku menunjukkan rahmat kepada siapa yang Aku kehendaki. Dan kamu adalah Neraka, azab-Ku; dengan dirimu Aku menyiksa siapa yang Aku kehendaki, dan adalah kewajiban-Ku agar setiap kamu memperoleh apa yang menjadi haknya.

Diriwayatkan oleh Muslim (juga oleh al-Bukhari dan at-Tirmidzi).



Hadits Qudsi 40 :

Dari Abu Sa'id Al-Khudri radhiyallahu 'anhu, dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

Allah akan berkata kepada penghuni surga: Wahai penghuni surga! Mereka akan berkata: Ya Tuhan kami, kami hadir dan berada di keridhaan-Mu, dan kebaikan ada di tangan-Mu. Kemudian Dia berkata: Apakah kamu puas? Dan mereka akan berkata: Dan bagaimana kami tidak merasa puas ya Tuhan, ketika Engkau telah memberikan kepada kami apa yang tidak Engkau berikan kepada siapa pun di antara ciptaan-Mu? Kemudian Dia berfirman: Apakah Aku tidak ingin memberikan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari itu? Dan mereka akan berkata: Ya Tuhan, dan apakah yang lebih baik dari itu? Dan Dia akan berfirman: Aku akan memberikan kenikmatan-Ku kepadamu dan setelah itu aku tidak akan pernah merasa kecewa padamu.

Hal ini diriwayatkan oleh al-Bukhari (juga oleh Muslim dan at-Tirmidzi).

Jumat, 17 Juli 2020

ILMU HADITS


I. Pengertian Hadits


Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat-sifat, keadaan dan himmah nya


Taqrir adalah perbuatan atau keadaan sahabat yang diketahui Rosulullah dan beliau mendiamkannya atau mengisyaratkan sesuatu yang menunjukkan perkenannya atau beliau tidak menunjukkan pengingkarannya.


Himmah adalah hasrat beliau yang belum terealisir, contohnya hadits riwayat Ibnu Abbas :

Dikala Rosulullah saw berpuasa pada hari Asura dan memerintahkan untuk dipuasai, para sahabat menghadap kepada Nabi, mereka berkata : Ya Rasulullah, bahwa hari ini adalah yang diagungkan oleh Yahudi dan Nasrani, Rasulullah menyahuti : Tahun yang akan datang, Insya Allah aku akan berpuasa tanggal sembilan. (HR Muslim dan Abu Dawud)

tetapi Rasulullah tidak sempat merealisasikannya, disebabkan beliau telah wafat.


Menurut Imam Syafii bahwa menjalankan himmah itu termasuk sunnah, tetapi Imam Syaukani mengatakan tidak termasuk sunnah karena belum dilaksanakan oleh Rasulullah.


Khabar adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi dan para sahabat, jadi setiap hadits termasuk khabar tetapi tidak setiap khabar adalah hadits.


Atsar adalah segala sesuatu yang lebih umum dari hadits dan khabar, yaitu termasuk perkataan tabiin, tabiit-tabiin dan para ulama salaf.

Biasanya perkataan yang disandarkan atau berasal dari selain Nabi disebut atsar.


Sunnah adalah Jalan hidup atau kebiasaan yang ditempuh dalam berbuat dan beritiqad (berkeyakinan). Dikatakan sunnah Nabi jika itu disyariatkan, ditempuh dan diridloi oleh Nabi.


Hadits Qudsi adalah hadits yang mengandung kalimat langsung perkataan Allah, cirinya dimulai dengan Allah berkata


Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Quran :

a. Semua lafad ayat-ayat Al-Quran adalah mukjizat dan mutawatir, sedang Hadits Qudsi tidak.

b. Perlakuan terhadap Al-Quran -dilarang menyentuhnya bagi yang berhadas kecil, dilarang membacanya bagi yang ber hadas besar- tidak berlaku bagi Hadits Qudsi.

c. Membaca Al-Quran setiap hurufnya mendatangkan pahala, sedang membaca Hadits Qudsi tidak.

d. Al-Quran semua susunan kata-katanya redaksinya berasal dari Allah, sedangkan Hadits Qudsi redaksi kata-katanya terserah Rasulullah.



II. Kedudukan Hadits Dalam Hukum Islam

Sumber Hukum Islam yang pertama adalah Al-Quran dan yang kedua adalah Hadits.



Sebab-sebab Al-Quran lebih tinggi derajadnya dari hadits :

1. Al-Quran kita terima dari Nabi dengan jalan Qothi (pasti) karena didengar dan dihafal oleh sejumlah sahabat dan ditulis oleh para penulis wahyu. Sedangkan hadits tidak semuanya dihafal atau dituliskan dan tranmisinya berupa dzan (dugaan kuat).

2. Para sahabat mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf dan mentranmisikan materinya kepada umat dalam keadaan aslinya (redaksinya) sehuruf pun tidak berubah, tidak bertambah dan tidak berkurang dan mushaf itupun terpelihara dengan sempurna dari masa ke masa. Sedangkan materi hadits dapat diriwayatkan dengan maknanya saja.

3. Semua ayat Al-Quran Mutawatir. Sedangkan hadits kebanyakan tidak mutawatir.

4. Al-Quran merupakan pokok yang memuat prinsip dasar dan hadits adalah penjelas dari yang pokok atau hadits adalah cabang dari yang pokok. Bila hadits yang cabang mendatangkan yang bertentangan dengan Al-Quran yang pokok maka ditolak.

5. Ijma Sahabat, yaitu Khalifah Abu Bakar, Umar bila akan memutuskan hukum suatu perkara yang belum ada keputusan hukumnya pada masa Rasulullah maka mereka merujuk ke Al-Quran, bila tidak ditemukan di Al-Quran maka Khalifah mengumpulkan sahabat-sahabat besar untuk ditanyakan apakah ada yang pernah mendengar Hadits Rosulullah, mengenai masalah tersebut, bila ada yang menyebutkan haditsnya maka Khalifah memutuskan hukum berdasarkan hadits tersebut. Metode tersebut juga dilakukan oleh Usman dan Ali dan tidak ada yang menyelisihi mengenai hal ini.

6. Dalam hadits sendiri menunjukkan bahwa Al-Quran lebih tinggi kedudukannya, yaitu hadits Muadz Bin Jabal ra yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi, yang menjelaskan urut urutan sumber hukum islam yaitu : Al-Quran, Hadits dan ajtahidu royii ijtihad dengan akal


Sumber hukum Islam yang ketiga adalah Ijma (konsensus) ulil-amri (pemegang urusan yaitu umaro dan ulama) kemudian yang keempat adalah dalil akal.


Dalil akal ini ada sekitar 40 tools yang dibahas secara terperinci dalam ilmu ushul fikih, yang terkenal adalah :

1. Qiyas (analogi)

2. Ihtisan (keluar dari qiyas umum karena ada sebab yang lebih kuat)

3. Maslahah Mursalah (keluar dari qiyas umum dengan pertimbangan kemaslahatan)

4. Saddudz Dzariah (menutup jalan yang menuju kemudhorotan)

5. Ar Rajuu ilal manfaati wal madharrati (mempertimbangkan kemanfaatan dan kemudhorotan)

6. Istishab (hukum yang diyakini menetap sebelumnya tidak dapat dirubah oleh yang masih meragukan)

7. Urf (kebiasaan yang berlaku pada suatu kaum dapat menjadi hukum).

dan lain lain sampai sekitar 40 macam.


Fungsi Hadits terhadap Al-Quran :

1. Memperkuat hukum yang ada di Al-Quran.

2. Menerangkan (bayan) hukum yang disebutkan dalam dalam Al-Quran.

3. Merinci hukum yang disebutkan dalam dalam Al-Quran.

4. Mentakhsish (meng khususkan) dari ketentuan yang umum dari Al-Quran.

5. Menghapus (nasakh) hukum yang ada di Al-Quran.

6. Melengkapi hukum yang belum ada di Al-Quran.

Untuk memahami dengan baik tentang hal ini diperlukan penguasaan ilmu-ilmu Al-Quran (ulumul Quran) dan menguasai nahwu-sharaf bahasa Arab serta menguasai kaidah-kaidah yang mengatur kapan suatu hadits dapat mentakhsish atau me nasakh Al-Quran. Kemampuan ini harus dimiliki oleh seorang mujtahid.



III. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Hadits

A. Periode Pertama (Jaman Rosul)

Para sahabat bergaul dan berinteraksi langsung dengan Nabi, sehingga setiap permasalahan atau hukum dapat ditanyakan langsung kepada Nabi.

Para sahabat lebih concern dengan menghapal dan mempelajari Al-Quran

Secara umum Rasulullah saw melarang menuliskan hadits karena takut tercampur baur dengan ayat Al-Quran karena wahyu sedang / masih diturunkan.

Secara umum sahabat masih banyak yang buta huruf sehingga tidak menuliskan hadits, mereka meriwayatkan hadits mengandalkan hafalan secara lisan.

Sebagian kecil sahabat yang pandai baca tulis- menuliskan hadits seperti : Abdullah Bin Amr Bin Ash yang mempunyai catatan hadits dan dikenal sebagai Shahifah Ash Shadiqah juga Jabir Bin Abdullah Al Anshary mempunyai catatan hadits yang dikenal sebagai Shahifah Jabir

Pada event tertentu orang arab badui ingin fatwa Nabi dituliskan, maka Nabi meluluskan permintaannya untuk menuliskan hadits untuknya.

Para sahabat masih disibukkan dengan peperangan penaklukan kabilah-kabilah di seluruh jazirah Arab.

Para sahabat yang belum paham tentang suatu hukum bisa saling bertanya kepada yang lebih tahu dan saling mempercayai penuturannya.


B. Periode Kedua (Masa Khulafaur Rasyidin)

Sebagian sahabat tersebar keluar jazirah Arab karena ikut serta dalam jihad penaklukan ke daerah Syam, Iraq, Mesir, Persia.

Pada daerah taklukan yang baru masuk Islam, Khalifah Umar menekankan agar mengajarkan Al-Quran terlebih dahulu kepada mereka.

Khalifah Abu Bakar meminta kesaksian minimal satu orang bila ada yang meriwayatkan hadits kepadanya.

Khalifah Ali meminta bersumpah orang yang meriwayatkan hadits

Khalifah Umar melarang sahabat besar keluar dari kota Madinah dan melarang memperbanyak periwayatan hadits.

Setelah Khalifah Umar wafat, sahabat besar keluar kota Madinah tersebar ke Ibukota daerah taklukkan untuk mengajarkan agama.


C. Periode Ketiga (Masa Sahabat Kecil dan Tabiin Besar)

Para sahabat besar telah terpencar kelur dari Madinah.

Jabir pergi ke Syam menanyakan hadits kepada sahabat Abdullah Bin Unais Al Anshary.

Abu Ayyub Al Anshary pergi ke Mesir menemui sahabat Utbah Bin Amir untuk menanyakan hadits.

Masa ini sahabat besar tidak lagi membatasi diri dalam periwayatan hadits, yang banyak meriwayatkan hadits antara lain :

a. Abu Hurairah (5347 hadits)

b. Abdullah Bin Umar (2360 hadits)

c. Anas Bin Malik (2236 hadits)

d. Aisyah, Ummul Mukminin (2210 hadits)

e. Abdullah Bin Abbas (1660 hadits)

f. Jabir Bin Abdullah (1540 hadits)

g. Abu Said Al Kudri (1170 hadits)

h. Ibnu Masud

i. Abdullah Bin Amr Bin Ash

- Pada waktu pemerintahan Khalifah Ali, terjadi pemberontakan oleh Muawiyah Bin Abu Sofyan, setelah peristiwa tahkim (arbitrase) muncul kelompok (sekte) kawarij yang memusuhi Ali dan Muawiyah. Setelah terbunuhnya Khalifah Ali, muncul sekte Syiah yang mendukung Ali dan keturunannya sementara kelompok jumhur (mayoritas) tetap mengakui pemerintahan Bani Umayah. Sejak saat itu mulai bermunculan hadits palsu yang bertujuan mendukung masing-masing kelompoknya. Kelompok yang terbanyak membuat hadits palsu adalah Syiah Rafidah.


D. Periode Ke-empat (Masa Pembukuan Hadits)

Pada waktu Umar Bin Abdul Aziz (Khalifah ke-8 Bani Umayyah) yang naik tahta pada tahun 99 H berkuasa, beliau dikenal sebagai orang yang adil dan wara bahkan sebagian ulama menyebutnya sebagai Khulafaur Rasyidin yang ke-5, tergeraklah hatinya untuk membukukan hadits dengan motif :

a. Beliau khawatir ilmu hadits akan hilang karena belum dibukukan dengan baik.

b. Kemauan beliau untuk menyaring hadits palsu yang sudah mulai banyak beredar.

c. Al-Quran sudah dibukukan dalam mushaf, sehingga tidak ada lagi kekhawatiran tercampur dengan hadits bila hadits dibukukan.

d. Peperangan dalam penaklukan negeri negeri yang belum Islam dan peperangan antar sesama kaum Muslimin banyak terjadi, dikhawatirkan ulama hadits berkurang karena wafat dalam peperangan-peperangan tersebut.

- Khalifah Umar menginstruksikan kepada Gubernur Madinah Abu Bakar Bin Muhammad Bin Amr Bin Hazm (Ibnu Hazm) untuk mengumpulkan hadits yang ada padanya dan pada tabiin wanita Amrah Binti Abdur Rahman Bin Saad Bin Zurarah Bin Ades, murid Aisyah-Ummul Mukminin.

Khalifah Umar Bin Abdul Azis menulis instruksi kepada Ibnu Hazm :

Lihat dan periksalah apa yang dapat diperoleh dari hadits Rasulullah, lalu tulislah karena aku takut akan lenyap ikmu disebabkan meninggalnya ulama dan jangan anda terima selain hadits Rasulullah saw dan hendaklah anda sebarkan ilmu dan mengadakan majelis-majelis ilmu supaya orang yang tidak mengetahui dapat mengetahuinya, lantaran tidak lenyap ilmu hingga dijadikannya barang rahasia.

Berdasarkan instruksi resmi Khalifah itu, Ibnu Hazm minta bantuan dan menginstruksikan kepada Abu Bakar Muhammad Bin Muslim Bin Ubaidillah Bin Syihab az Zuhry (Ibnu Syihab Az Zuhry)-seorang ulama besar dan mufti Hijaz dan Syam- untuk turut membukukan hadits Rasulullah saw.

Setelah itu penulisan hadits pun marak dan dilakukan oleh banyak ulama abad ke-2 H, yang terkenal diantaranya :

a. Al-Muwaththa, karya Imam Malik Bin Anas (95 H 179 H).

b. Al Masghazy wal Siyar, hadits sirah nabawiyah karya Muhammad Ibn Ishaq (150 H).

c. Al Mushannaf, karya Sufyan Ibn Uyainah (198 H)

d. Al Musnad, karya imam Abu Hanifah (150 H)

e. Al Musnad, karya imam Syafii (204 H)


E. Periode ke-lima (Masa Kodifikasi Hadits)

1. Periode Penyaringan hadits dari Fatwa-fatwa sahabat (abad ke-III H)

Menyaring hadits nabi dari fatwa-fatwa sahabat nabi

Masih tercampur baur hadits sahih, dhaif dan maudlu (palsu).

Pertengahan abad tiga baru disusun kaidah-kaidah penelitihan ke sahihan hadits.

Penyaringan hadits sahih oleh imam ahli hadits Ishaq Bin Rahawaih (guru Imam Bukhary).

Penyempurnaan kodifikasi ilmu hadits dan kaidah-kaidah pen sahihan suatu hadits.

Penyusunan kitab Sahih Bukhory

Penyusunan enam kitab induk hadits (kutubus sittah), yaitu kitab-kitab hadits yang diakui oleh jumhur ulama sebagai kitab-kitab hadits yang paling tinggi mutunya, sebagian masih mengandung hadits dhaif tapi ada yang dijelaskan oleh penulisnya dan dhaifnya pun yang tidak keterlaluan dhaifnya, ke enam kuttubus shittah itu adalah :

a. Sahih Bukhory

b. Sahih Muslim

c. Sunan Abu Dawud

d. Sunan An Nasay

e. Sunan At-Turmudzy

f. Sunan Ibnu Majah

2. Periode menghafal dan meng isnadkan hadits (abad ke-IV H)

Para ulama hadits berlomba-lomba menghafalkan hadits yang sudah tersusun pada kitab-kitab hadits.

Para ulama hadits mengadakan penelitian hadits-hadits yang tercantum pada kitab-kitab hadits.

Ulama hadits menyusun kitab-kitab hadits yang bukan termasuk kuttubus shittah.

3. Periode Klasifikasi dan Sistimasi Susunan Kitab-Kitab Hadits (abad ke-V H s.d 656 H, jatuhnya Baghdad)

Mengklasifikasikan hadits dan menghimpun hadits-hadits yang sejenis.

Menguraikan dengan luas (men syarah) kitab-kitab hadits.

Memberikan komentar (takhrij) kitab-kitab hadits.

Meringkas (ikhtisar) kitab-kitab hadits.

Menciptakan kamus hadits.

Mengumpulkan (jami) hadits-hadits bukhory-Muslim

Mengumpulkan hadits targhib dan tarhib.

Menyusun kitab athraf, yaitu kitab yang hanya menyebut sebagian hadits kemudian mengumpulkan seluruh sanadnya, baik sanad kitab maupun sanad dari beberapa kitab.

Menyusun kitab istikhraj, yaitu mengambil sesuatu hadits dari sahih Bukhory Muslim umpamanya, lalu meriwayatkannya dengan sanad sendiri, yang lain dari sanad Bukhary atau Muslim karena tidak memperoleh sanad sendiri.

Menyusun kitab istidrak, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang memiliki syarat-syarat Bukhary dan Muslim atau syarat salah seorangnya yang kebetulan tidak diriwayatkan atau di sahihkan oleh keduanya.

F. Periode ke-enam (dari tahun 656 H sekarang)

Mulai dari jatuhnya Baghdad oleh Hulagu Khan dari Mongol tahun 656 H sekarang ini.

Menertibkan, menyaring dan menyusun kitab kitab takhrij.

Membuat kitab-kitab jami

Menyusun kitab-kitab athraf

Menyusun kitab-kitab zawaid, yaitu mengumpulkan hadits-hadits yang tidak terdapat dalam kitab-kitab yang sebelumnbya kedalam sebuah kitab yang tertentu.



IV. Pembagian Ilmu Hadits

Ilmu hadits dibagi menjadi dua : Hadits Riwayah dan Hadits Dirayah (mushthalahul hadits)

a. Hadits Riwayah adalah suatu ilmu untuk mengetahui cara-cara penukilan, pemeliharaan dan penulisan apa apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir dan lain sebagainya.

Yaitu bagaimana cara menerima, menyampaikan kepada orang lain dan memindahkan atau menuliskan dalam kitab hadits. Dalam menyampaikan dan menuliskan hadits, hanya dinukil dan dituliskan apa adanya, baik mengenai matan maupun sanadnya.

Ilmu ini tidak berkompeten membicarakan apakah matannya ada yang janggal atau ber illat, apakah sanadnya terputus atau bersambungan. Lebih jauh tidak dibahas hal ihawa dan sifat sifat perawinya.

Faedah mengetahui ilmu ini adalah untuk menghindari adanya kemungkinan salah kutip terhadap apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw.

b. Hadits Dirayah adalah kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad, matan, cara-cara menerima dan menyampaikan hadits, sifat-sifat rawi dan lain sebagainya.

Ilmu hadits dirayah ini disebut juga ilmu Mushthalahul hadits. Kitab yang dianggap paling mapan menerangkan ilmu Mushthalahul hadits adalah kitab Al-Kilafah karangan Al-Khatib Abu Bakar Al-Baghdady (meninggal tahun 463 H).

Faedahnya untuk menetapkan ke sahihan suatu hadits dan untuk menetapkan apakah hadits tersebut dapat diterima (maqbul) untuk diamalkan atau ditolak (mardud) untuk ditinggalkan.



V. Ilmu Mushthalah Hadits

Dalam memperlajari mushthalah hadits atau dalam menentukan derajad (ke-sahih-an) suatu hadits akan selalu terkait dalam 3 hal pokok yaitu : Rawi, Sanad dan Matan

Unsur-unsur yang harus ada dalam sebuah hadits :

a. Rawi

Rawi adalah orang yang menyampaikan hadits, contoh dalam hadits :

Warta dari ummul Mukminin Aisyah ra, ujarnya : Rasulullah telah bersabda : barang siapa yang mengada-adakan sesuatu yang bukan termasuk urusan (agamaku), maka ia tertolak.

(Hadits Riwayat Bukhary Muslim)

dalam hadits diatas Aiysah ra adalah rawi pertama dan Imam Bukhary dan Imam Muslim adalah rawi terakhir. Antara rawi pertama dan rawi terakhir tentunya ada beberapa rawi lagi yang biasanya tidak disebutkan untuk mempersingkat penulisan.


b. Matan

Matan adalah materi atau isi dari hadits.

Dalam meriwayatkan atau mentransmisikan materi (isi) hadits ada dua jalan, yang keduanya tidak dilarang oleh Rasulullah saw, yaitu :

1. Dengan lafad yang sama persis dari Rasulullah.

2. Dengan maknanya saja, sedang redaksinya disusun sendiri oleh orang yang meriwayatkannya.


c. Sanad

Sanad adalah jalan atau jalur transmisi yang menghubungkan materi hadits (matan) kepada Rasulullah saw.

Misalnya seperti kata Imam Bukhary :

Telah mewartakan kepadaku Muhammad Bin al-Mutsanna, ujarnya : Abdul Wahhab ats-tsaqafy telah mengabarkan kepadaku, ujarnya : Telah bercerita kepadaku Ayyub atas pemberitaan Abi Qilabah dari Anas dari Nabi Muhammad saw, beliau bersabda : Tiga perkara, yang barang siapa mengamalkannya niscaya memperoleh kelezatan iman, yakni : 1. Allah dan Rasul-NYA hendaknya lebih dicintai daripada selainnya. 2. Kecintaannya kepada seseorang, tak lain karena Allah semata-mata dan 3. Keengganannya kembali kepada kekufuran, seperti keengganannya dicampakkan ke neraka.

Dalam hal ini materi hadits diterima oleh Imam Bukhary dari sanad pertama Muhammad Bin al-Mutsanna, terus bersambung sampai dari sanad terakhir yaitu sahabat Anas ra.

Dengan demikian Imam Bukhary menjadi sanad pertama bagi kita dan sebagai rawi terakhir pada hadits tersebut diatas.

Dalam ilmu hadits sanad ini merupakan neraca untuk menimbang sahih atau tidaknya suatu hadits. Andaikata salah satu rawi dalam jalur transmisi (sanad) itu ada yang fasik atau tertuduh dusta maka hadits tersebut menjadi dhaif (lemah).



5.1. Pembagian Derajad / Jenis Hadits

Pembagian hadits ahad berdasarkan derajad ke sahihan :

a. Sahih

b. Hasan

c. Dhoif


A. Hadits Sahih

Hadits sahih adalah hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna ingatan, sanadnya bersambung-sambung, tidak ber illat dan tidak janggal (syadz)

Jadi suatu hadits dapat dikatakan sahih apabila memenuhi lima persyaratan :

1. Semua rawinya adil.

2. Semua rawinya sempurna ingatan (dlabith)

3. Sanadnya bersambung-sambung tidak putus

4. Tidak ber iilat (cacat tersembunyi)

5. Tidak janggal (Syadz)

Keadilan Rawi

Keadilan seorang rawi menurut Ibnu Samany harus memenuhi empat syarat :

1. Selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi maksiat.

2. Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun.

3. Tidak melakukan perkara-perkara mubah yang dapat menggugurkan iman kepada qadar dan mengakibatan penyesalan.

4. Tidak mengikuti pendapat salah satu sekte yang bertentangan dengan syara.

Sebab-sebab yang menggugurkan keadilan seorang rawi :

1. Diketahui dusta.

2. Tertuduh dusta.

3. Fasik.

4. Tidak dikenal (jahalah)

5. Penganut sekte bidah yang terang terangan dan bersangatan membela paham bidahnya.

Ulama-ulama hadits menerima periwayatan tokoh-tokoh syiah yang dikenal benar dan kepercayaan.

Perawi yang tidak langsung ditolak periwayatannya :

a. Orang yang diperselisihkan tentang cacatnya dan tentang keadilannya.

b. Orang yang banyak kesilapan dan menyalahi imam-imam yang kenamaan/kepercayaan.

c. Orang yang banyak lupa.

d. Orang yanng rusak akal (pikun) di masa tuanya.

e. Orang yang tidak baik hafalannya.

f. Orang yang menerima hadits dari sembarang orang saja, baik dari orang kepercayaan maupun yang tidak kepercayaan.

Kalau ada pertanyaan : Bagaimana mengetahui keadilan seorang rawi ?. Jawabannya adalah dengan mempelajari ilmu Jarh wat Tadil, yaitu suatu ilmu yang membahas tentang memberikan kritikan adanya aib atau memberikan penilaian adil kepada seorang rawi. Menurut Dr. Ajjaj Al-Khatib Ilmu Jarh wat Tadil adalah suatu ilmu yang membahas hal-ihwal para rawi dari segi diterima atau ditolak periwayatannya.

Keadilan seorang rawi dapat diketahui dengan salah satu dari tiga kaidah berikut :

1. Semua sahabat nabi adalah adil, baik yang terlibat dalam masa pertikain dan peperangan antar sesama kaum muslimin ataupun yang tidak terlibat.

Sahabat nabi adalah semua orang yang pernah bertemu Nabi Muhammad saw dengan pertemuan yang wajar sewaktu Rasulullah saw masih hidup dan dalam keadaan Islam lagi beriman.

2. Dengan kepopulerannya dikalangan ahli ilmu bahwa dia terkenal sebagai orang yang adil, seperti Anas Bin Malik, Sufyan Ats Tsaury, Syubah bin Al Hajjaj, Asy Syafii, Ahmad Bin Hanbal, dsb.

3. Dengan pujian dari seseorang yang adil, yaitu ditetapkan sebagai rawi yang adil oleh seorang yang adil, yang semula rawi itu belum dikenal atau belum populer sebagai rawi yang adil.

Penetapan tentang kecacatan (tidak adil) juga dapat ditentukan dengan kepopulerannya sebagai orang yang mempunyai cacat sifat adilnya atau berdasarkan pentarjihan dari seseorang yang adil.

Men-tadil-kan atau men-tajrih-kan seorang rawi itu ada kalanya tidak disebutkan sebab-sebabnya (mubham) dan adakalanya disebutkan sebab-sebabnya (mufassar). Untuk yang tidak disebutkan sebab-sebabnya (mubham) diperselisihkan oleh para ulama tentang diterima atau tidaknya, tapi jumhur ulama menetapkan bahwa men-tadil-kan tanpa menyebut sebab-sebabnya diterima, karena sebab-sebab itu banyak sekali, sehingga hal itu kalau disebutkan semua tentu mubadzir. Adapun men-tajrih-kan, tidak diterima, kalau tanpa menyebutkan sebab-sebabnya, karena jarh itu dapat berhasil dengan satu sebab saja.

Tentang jumlah orang yang dipandang cukup untuk men-tadil-kan dan men-tajrih-kan rawi masih diperselisihkan apakah minimal dua orang atau cukup satu orang saja.

Bila terjadi pertentangan antara jarh dan tadil pada seorang rawi, yakni sebagian ulama men-tadil-kan dan sebagian ulama men-tajrih-kan, maka masih diperselisihkan tapi jumhur ulama berpendapat Jarh harus didahulukan secara mutlak, walaupun jumlah yang men-tadil-kan lebih banyak daripada yang men-jarh-kan. Sebab bagi orang yang men-jarh-kan tentu mempunyai kelebihan ilmu yang tidak diketahui oleh orang yang men-tadil-kan, dan kalau orang yang men-jahr-kan dapat membenarkan orang yang men-tadil-kan tentang apa yang diberitakan menurut lahirnya saja, sedang orang yang men-jahr-kan memberitakan urusan batiniyah yang tidak diketahui oleh orang yang men-tadil-kan.

Perlu diperhatikan juga penilaian jahr oleh beberapa Muhaditsin yang terkenal keterlaluan dan berlebihan dalam men tajrih seorang rawi, yaitu Abu Hatim, An Nasaiy, Yahya Bin Main, Yahya Bin Khaththan dan Ibnu Hibban.

Kitab-kitab yang membahas jahr dan tadil rawi-rawi hadits yang terkenal diantaranya :

- Ad-Dluafa karya Imam Bukhary.

- Lisanul Mizan karya Al-hafidz Ibnu Hajar Asqolany.


Kesempurnaan ingatan Rawi

Yang dimaksud sempurna ingatan (dlabith) adalah orang yang kuat ingatannya, artinya ingatannya lebih banyak daripada lupanya, dan kebenarannya lebih banyak daripada kesalahannya. Kalau seseorang sampai mempunyai ingatan (hafalan) yang kuat, sejak dari menerima sampai kepada menyampaikan kepada orang lain dan ingatannya itu sanggup dikeluarkan kapan saja dan dimana saja dikehendaki orang tersebut disebut dlabithush-shadri. Kalau berdasarkan buku catatan disebut dlabithul kitab.

Cacat-cacat yang merusakkan ke sahihan hadits :

a. Terlalu lengah dalam penerimaan hadits.

b. Banyak salah dalam meriwayatkan hadits.

c. Menyalahi orang-orang kepercayaan (syadz).

d. Banyak berperasangka.

e. Tidak baik hafalannya.


Sanad bersambung-sambung tidak putus

Yang dimaksud sanadnya bersambung-sambung tidak putus yaitu sanad yang selamat dari keguguran. Dengan kata lain, bahwa tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberikannya.

Untuk mengetahui apakah sanad hadits itu bersambungan tidak putus atau tidak perlu mempelajari dua macam ilmu yaitu : Ilmu Rijalil Hadits, ilmu Thabaqoh Ruwah dan Ilmu Tawarihi Ruwah.

Ilmu Rijalil Hadits adalah ilmu pengetahuan yang membahas hal-ihwal dan sejarah kehidupan para rawi dari golongan sahabat, tabiin dan tabiit-tabiin.

Ilmu Thabaqoh Ruwah adalah ilmu yang membahas pengelompokan sahabat nabi dalam kelompok (thabaqoh) yang tertentu. Thabaqoh pertama : sahabat yang pertama masuk Islam, thabaqoh kedua : sahabat yang masuk Islam sebelum musyawarah orang musyrik Mekkah di Darun Nadwah yang berencana membunuh Nabi Muhammad saw, thabaqoh ketiga : sahabat yang hijrah ke habsy, thabaqoh keempat : sahabat peserta baiat aqabah pertama, thabaqot kelima : sahabat yang menghadiri baiat aqobah kedua, thabaqoh keenam : Muhajirin yang menyusul Nabi di Quba sebelum memasuki Madinah, thabaqoh ketujuh : sahabat peserta perang Badar, thabaqot kedelapan : sahabat yang hijrah ke Madinah setelah perang Badar, tahbaqot kesembilan : sahabat yang menghadiri baiat baitur ridwan, thabaqot kesepuluh : sahabat yang hijrah setelah perjanjian Hudaibiyah sebelum futuh Mekkah, thabaqot kesebelas : sahabat yang masuk Islam setelah futuh Mekkah, thabaqot kedua belas : anak-anak yang melihat Nabi Muhammad saw setelah Futuh Mekkah dan haji wada.

Kitab terbaik yang membahas sejarah, hal-ihwal dan thabaqot sahabat adalah kitab Al-Isabah karya Al-Hafidz Ibnu Hajar Asqolany.

Ilmu Tawarihi Ruwah adalah ilmu untuk mengetahui para rawi hal-hal yang bersangkutan dengan meriwayatkan hadits, mencakup keterangan tentang hal-ihwal para rawi, tanggal lahir, tanggal wafat, guru-gurunya, kapan tanggal mendengar dari gurunya, orang-orang yang berguru kepadanya, kota dan kampung halamannya, perantauannya, tanggal kunjungannya ke negeri yang berbeda-beda, mendengarnya hadits dari sebagian guru, sebelum dan sesudah ia lanjut usia dan sebagainya yang ada hubungannya dengan masalah per haditsan.

Kitab-kitab ilmu Tawarihi Ruwah yang tekenal diantaranya :

- At-Tarikhul-Khabir karya Imam Bukhary. Berisi biografi 40.000 perawi hadits.

- Tarikh Nishabur karya Imam Muhammad Bin Abdullah Al-Hakim An-Nishabury. Kitab ini merupakan kitab tarikh terbesar yang banyak faedahnya.

- Tarikh Baghdad karya Imam Al-Khatib Al-Baghdady. Kitab ini memuat biografi ulama-ulama sebanyak 7.831 orang.

illat (cacat tersembunyi)

Illat hadits adalah cacat tersembunyi yang dapat menodai kesahihan suatu hadits, yaitu :

a. Hadits bersambung (hadits muttashil) yang gugur (tidak disebutkan) sahabat yang meriwayatkannya. Hadits seperti ini disebut hadits mursal.

b. Hadits bersambung (hadits muttashil) yang gugur salah seorang rawinya. Hadits seperti ini disebut hadits munqathi.

c. Adanya sisipan yang terdapat pada matan hadits.

Kejanggalan Hadits

Kejanggalan hadits terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang maqbul (dapat diterima) dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajih (kuat), disebabkan adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan dalam ke-dlabith-an rawinya atau adanya segi-segi tarjih yang lain.

Klasifikasi Hadits Sahih :

Hadits sahih dibagi menjadi dua bagian : sahih li-dzatih dan sahih li-ghairih.

Sahih li-dzatih adalah hadits sahih yang memenuhi syarat-syarat hadits sahih diatas.

Sahih li-ghairih adalah hadits sahih yang diantara perawinya ada yang kurang dlabith, tetapi mempunyai sanad lain yang lebih dlabith.


B. Hadits Hasan

Hadits hasan adalah hadits yang dinukilkan oleh seorang adil, (tapi) tak begitu kokoh ingatannya (kurang dlabith), bersambung-sambung sanadnya dan tidak terdapat illat serta kejanggalan pada matannya.

Klasifikasi hadits hasan : hasan lidzatih dan hasan li-ghairih.

Hadits hasan li-dzatih adalah hadits hasan yang memenuhi syarat hadits hasan diatas.

Hadits hasan li-ghairih adalah hadits yang sanadnya tidak sepi dari seorang yang tidak nyata keahliannya, bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikannya fasik dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari sesuatu segi yang lain.

Hadits hasan derajadnya dibawah hadits sahih.

Menurut Imam Turmudzi dan Ibnu Taimiyah hadits hasan adalah hadits yang banyak jalan datangnya dan tidak ada dalam sanadnya yang tertuduh dusta dan tidak pula janggal (syadz).

Dibawah hadits hasan ada yang lebih rendah derajadnya yaitu hadits dhaif.

Menurut Imam Nawawi : Hadits dhaif yang banyak jalan dan saling menguatkan bisa naik menjadi hadits hasan. Yaitu hasan li-ghairih, tapi ke dhaifannya bukan karena ada rawi yang tertuduh dusta atau fasiq. Maka dengan demikian dapat diamalkan berdasarkan kumpulannya, bukan berdasarkan kepada satu per satunya.


C. Hadits Dhaif

Hadits dhaif adalah hadits yang kehilangan satu syarat atau lebih dari syarat-syarat hadits sahih atau hadits hasan.

Berdasarkan dapat diterima atau ditolak sebagai hujjah hadits diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

a. Hadits Maqbul : yaitu hadits yang dapat diterima

b. Hadits Mardud : yaitu hadits yang ditolak dan tidak dapat diterima.

Hadits sahih dan hasan adalah hadits yang maqbul.

Yang termasuk hadits mardud (ditolak) adalah segala macam hadits dhaif

Klasifikasi hadits dhaif :

a. Dari jurusan sanad, dibagi dua

Pertama : Cacat pada rawi, tentang keadilan dan kedlabitannya.

Kedua : Sanadnya tidak bersambung, karena ada rawi yang digugurkan atau tidak bertemu satu sama lain.

Pertama, cacat pada keadilan dan ke dlabitan rawi ada 10 macam :

1. Dusta, hadits dhaif yang karena rawinya dusta, disebut Hadits maudlu

2. Tertuduh dusta, hadits dhaif yang rawinya tertuduh dusta disebut hadits matruk.

3. Fasik, yaitu pelaku dosa besar, atau melakukan dosa kecil dengan terang-terangan dan sering.

4. Banyak salah, yaitu dalam meriwayatkan haditsnya.

5. Lengah dalam hafalan, hadits dhaif yang karena rawinya fasik, banyak salah dan lengah disebuthadits munkar.

6. Banyak purbasangka (waham), hadits dhaif yang karena rawinya waham disebut hadits muallal.

7. Menyalahi riwayat orang kepercayaan;

- Dengan penambahan suatu sisipan, disebut hadits mudraj.

- Dengan memutarbalikkan, disebut hadits maqlub.

- Dengan menukar-nukar rawi, disebut hadits mudltharib.

- Dengan perubahan syakal huruf, disebut hadits muharraf.

- Dengan perubahan titik-titik kata, disebut hadits mushahhaf.

8. Tidak diketahui identitasnya (jahalah), disebut hadits mubham.

9. Penganut bidah (sekte sempalan), hadits dhaif yang rawinya penganut bidah disebut hadits mardud.

10. Tidak baik hafalannya, disebut hadits syadz dan mukhtalith.

Kedua : Cacat karena sanadnya ada yang gugur :

1. Yang digugurkan sanad pertama, disebut hadits muallaq.

2. Yang digugurkan sanad terakhir (sahabat), disebut hadits mursal.

3. Yang digugurkan dua orang rawi atau lebih berturut-turut, disebut hadits mudlal.

4. Yang digugurkan tidak berturut-turut, disebut hadits munqathi.

b. Dari jurusan matan, dibagi dua :

1. Hadits mauquf, yaitu hadits yang disandarkan hanya sampai kepada perkataan sahabat tidak sampai kepada Nabi, misalnya Berkata Umar ..

2. Hadits maqthu, yaitu hadits yang disandarkan hanya sampai kepada perkataan tabiin, misalnya, Berkata Said Ibn Musayyab ..


Pembagian hadits berdarkan banyaknya jalur periwayatan (sanad)

a. Hadits Mutawatir

b. Hadsis Masyhur

c. Hadits Ahad

- hadits azis

- hadits gharib


Hadits Mutawatir adalah hadits yang diriwayatkan oleh banyak orang yang tidak mungkin bahwa mereka itu telah sepakat untuk berdusta. Syarat hadits mutawatir :

1. Hadits yang diriwayatkan berdasarkan pendengaran atau penglihatan sendiri, bukan dari hasil pemikiran, rangkuman atau dugaan.

2. Jumlah rawi-rawinya harus mencapai bilangan yang mampu mencapai ilmudl-dlarury (meyakinkan).

3. Ada keseimbangan antara rawi-rawi dalam lapisan pertama dengan jumlah rawi-rawi pada lapisan berikutnya. Misalnya ada hadits yang diriwayatkan oleh 10 orang sahabat kemudian diriwayatkan oleh 5 orang tabiin dan seterusnya diriwayatkan oleh 3 orang tabiit-tabiin maka hadits tersebut tidak termasuk hadits mutawatir, karena jumlah rawi-rawinya tidak seimbang antara lapisan pertama dengan lapisan kedua dan ketiga.

Kitab yang menghimpun segala hadits mutawatir yang terkenal adalah kitab Al-Azharul Mutanatsirah fil Akhbari Mutawatirah, karya Imam As Suyuthi (911 H).

Hadits mutawatir memberi faedah ilmu-dlarury, yakni meyakinkan dan harus menerimanya bulat-bulat sesuatu yang diberitakan oleh hadits mutawatir karena membawa kepada keyakinan yang qothi (pasti). Rawi-rawi hadits mutawatir tidak perlu lagi diselidiki tentang keadilan dan kedlabithannya.

Hadits Masyhur adalah hadits yang terdiri lapisan perawi yang pertama atau lapisan kedua, dari orang seorang, atau beberapa orang saja. Sesudah itu barulah tersebar luas, dinukilkan oleh segolongan orang yang tak dapat disangka bahwa mereka sepakat untuk berdusta. Jumhur ulama hadits mensyaratkan minimal 3 orang perawi.

Ulama-ulama mazhab hanafi men-takhsis-kan (meng khusus kan) ayat Al-Quran yang umum dengan hadits masyhur ini dan menambah hukum-hukum yang belum terdapat dalam Al-Quran. Hadits ahad yang belum mencapai derajad hadits masyhur tidak dapat digunakan untuk fungsi ini.

Imam Malik menjadikan hadits ahad pen takh sis Al-Quran dengan syarat jika dikuatkan oleh amal penduduk Madinah atau oleh Qiyas.

Imam Syafii dan Imam Ahmad Bin Hanbal menggunakan hadits ahad untuk mentakhsis ayat Al-Quran.

Hadits Ahad adalah segala hadits yang diriwayatkan oleh orang seorang atau dua orang atau lebih tetapi tidak cukup terdapat sebab-sebab yang menjadikannya masyhur.

Hadits Azis adalah hadits yang rentetan perawinya terdiri dari dua-dua orang atau pada suatu tingkat terdiri dari dua-dua orang saja.

Hadits Garib adalah hadits yang dalam sanadnya ada seorang rawi yang menyendiri, di lapisan mana saja penyendirian dalam sanad itu terjadi.

Berkata Imam Ahmad Bin Hanbal : Jangan kamu mencatat hadits hadits gharib, lantaran hadits-hadits gharib itu mungkar-mungkar dan pada umumnya berasal dari orang-orang lemah.


Pembagian Hadits yang bersambung sanadnya :

a. Hadits Musnad, yaitu tiap-tiap hadits marfu yang sanadnya bersambung

b. Hadits Muttashil/Maushul, yaitu hadits yang bersambung sanadnya, ada yang marfu, mauquf atau maqthu


5.2. Berhujah dengan hadits / Mengamalkan Hadits

A. Hadits Mutawatir

Mutlak harus diterima bulat-bulat, karena memberikan keyakinan secara ilmul-dlarury.

B. Hadits Masyhur

Mutlak dapat dipakai hujjah atau diamalkan, dapat dijadikan pen-takhsish (meng khususkan) ayat Al-Quran yang umum (Am)

C. Hadits Ahad

Apabila sahih mempunyai sifat dapat diterima yang tinngi, apabila hasan mempunyai sifat dapat diterima yang menengah / rendah, dapat diamalkan dalam urusan-urusan amal bukan dalam urusan itiqad.

Imam Abu Hanifah menolak hadits ahad untuk men takhsis dan menasakh ayat Al-Quran.

Imam Malik menjadikan hadits ahad untuk men takhsish dan menasakh Al-Quran jika dikuatkan oleh amalan penduduk Madinah atau oleh qiyas.

Imam Syafii dan Imam Ahmad Bin Hanbal menjadikan semua hadits ahad untuk men takhsish Al-Quran.

D. Hadits Dhaif

Dalam hal berhujah dengan / mengamalkan hadits dhaif, terbagi dalam 3 pendapat :

a. Melarang secara mutlak , itu pendapat Imam Bukhary dan Abu Bakar Ibnu Araby.

b. Membolehkan, yaitu bila dhaifnya tidak terlalu dan khusus untuk menerangkan fadlilah amal, yang isinya mendorong berbuat baik, mencegah perbuatan buruk, cerita-cerita dan perkara-perkara mubah. Bukan untuk menetapkan masalah hukum-hukum syariat seperti halal-haram, akidah. Pendapat ini dianut oleh Imam Ahmad Bin Hanbal, Abdurrahman Bin Mahdy, Abdullah Ibn Mubarak, mereka berkata :

Apabila kami meriwayatkan hadits tentang halal, haram dan hukum-hukum, kami perkeras sanad-sanadnya dan kami kritik rawi-rawinya. Tetapi bila kami meriwayatkan tentang keutamaan, pahala dan siksa, kami permudah sanadnya dan kami perlunak rawi-rawinya

Al Hafidz Ibnu Hajar Asqolany membolehkan berhujah dengan hadits dhaif untuk keutamaan amal, dengan memberikan 3 syarat :

1. Hadits Dhaif yang tidak terlalu. Dhaif yang karena rawinya pendusta, tertuduh dusta dan banyak salah tidak dapat dijadikan hujjah.

2. Dasar amal yang ditunjuk oleh hadits tersebut masih selaras dengan dasar yang dibenarkan oleh hadits yang lebih sahih.

3. Dalam mengamalkannya tidak meng itiqadkan bahwa hadits tersebut benar benar dari Nabi, tetapi tujuannya mengamalkan hanya semata-mata untuk ikhtiyat (hati-hati).

E. Hadits Mursal

Hadits mursal adalah hadits yang gugur perawi pada tingkatan sahabat. Jadi perawi tabiin tidak menyebutkan nama sahabat yang meriwayatkan hadits kepadanya.

Bila perawi yang gugur (tidak disebutkan) sebelum sahabat , baik tabiin atau selainnya, bila satu orang yang gugur dinamakan hadits munqathi, bila dua orang yang gugur disebut hadits mudlal.

Berhujah dengan hadits Mursal, terdapat perbedaan pendapat, sebagian menolak dan menganggapnya sebagai hadits dhaif, sebagian menerima dan menganggapnya sebagai hadits musnad, tetapi jumhur ulama hadits menerima hadits mursal tapi dengan syarat;

Imam Abu Hanifah menerima hadits mursal, bila yang meng irsal kan itu sahabat atau tabiin. Irsal yang sesudah tabiit-tabiin ditolak.

Imam Malik menerima segala hadits mursal dari orang yang kepercayaan (tsiqoh).

Imam Syafiii hanya menerima hadits mursal dari periwayatan Said Bin Musayyab dan Hasan Al Basri.

Imam Ahmad Bin Hanbal lebih mengutamakan fatwa sahabat dari pada menerima hadits mursal.


5.3. Bagan Jenis / Derajad Hadits

Bagan

Jenis / Derajad Hadits

I. Mutawatir 

II. Masyhur 

III. Ahad


Ada yang Maqbul ada yang Mardud

Maqbul Mardud

1. Sahih 

2. Hasan 

3. Dhaif *) 

4. Maudlu

5. Masyhur

6. Azis

a. sahih b. sahih a. hasan b. hasan 

7. Gharib; lidzatih lighairihih lidzatih lighairihih 

8. Muttabi

9. Syahid

10. Marfu

11. Musnad

12. Maushul/Muttashil

a. Mutawatir b. Mutawatir c. Mutawatir 

13. Mauquf

Lafdhy amali manawy 

14. Mahfudh

15. Syadz

16. Maruf

17.Munkar

18. Muhkam

19. Mutasyabih

*Dengan catatan :

- Dhoif yang tidak terlalu

- Bukan masalah hukum

- Bukan masalah akidah / halal-haram

- Menerangkan Fadhilah amal

- Janji surga dan ancaman siksa neraka

- Cerita cerita atau masalah yang mubah

20. Mukhtalif

21. Nasikh

22. Mansukh

23. Rajih

24. Marjuh

25. Maqthu

26. Mursal

27. Munqathi

28.Mudlal/Musykil

29. Muallaq

30.Mudallas

31. Muallal

32. Mudltharab

33. Matruk

34. Mudraj

35. Maqlub

36. Musalsal

37. Muanan

38. Mushahaf

39. Muannan

40. Mudabbaj

41. Sabiq

42. Lahiq 

43. Ali 

44. Nazil. 

45. Mubham

46. Muharraf

47. Qudsy

5.4. Pertentangan Hadits

A. Pertentangan Hadits dengan Al-Quran

Sebagian ulama menolak hadits yang bertentangan dengan Al-Quran :

- Ada sebuah atsar menyebutkan : Abu Bakar Shiddiq ra. mengumpulkan para sahabat dan menyuruh mereka menolak hadits yang berlawanan dengan Al-Quran.

- Umar Bin Khattab ra. pernah menolak hadits riwayat Fatimah Binty Qeys yang menerangkan, bahwa istri yang ditalaq habis, tidak berhak diberikan nafkah dan tempat lagi, karena bertentangan dengan ayat Ath Thalaq dalam Al-Quran, dan Umar ra berkata : tidaklah saya mau meninggalkan kitabullah lantaran perkataan seorang wanita yang boleh jadi benar boleh jadi salah.

- Diriwayatkan oleh Imam Bukhory, Muslim, Turmudzy dan An Nasay dari Masruq, ujarnya : Aku berkata kepada Aisyah Ummul Mukminin, apakah Muhammad ada melihat tuhannya ? Aisyah menjawab : Bangun bulu romaku mendengar perkataanmu, dimana engkau dari tiga perkara, barang siapa menceritakan yang tiga itu pasti berdusta :

a. Barang siapa menceritakan bahwa Muhammad melihat tuhannya, adalah dusta, karena firman Allah :

Tiada dapat dilihat Dia oleh segala pandangan dan Dia melihat segala pandangan, dan Dia itu Maha lembut lagi Maha mengetahui (QS Al Anam : 103).

b. Barang siapa menceritakan, bahwa dia mengetahui apa yang terjadi esok hari, berdusta, Allah berfirman :

Tak ada yang seorangpun dapat mengetahui apa yang ia kerjakan esok hari (QS Lukman : 31).

c. Barang siapa menceritakan, bahwa Muhammad ada menyembunyikan sesuatu wahyu, maka ia berdusta, karena Allah berfirman :

Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan pada engkau dari Tuhan engkau, Jika engkau tidak menyampaikan berarti engkan tidak menyampaikan risalah Allah, dan Allah memelihara engkau dari manusia bahwasanya Allah tidak menunjuki kaum yang kafir (QS Al Maidah : 67).


B. Pertentangan antar hadits.

Ulama yang pertama kali membahas tentang hadits yang saling bertentangan adalah Imam Syafii dalam kitabnya mukhtaliful hadits. Apabila kita mendapati dua buah hadits makbul yang saling bertentangan (menurut lahirnya), maka :

  1. Diusahakan untuk mengumpulkannya (mengkompromikan).
  2. Kalau usaha ini gagal, hendaklah dicari mana diantara hadits yang datang lebih dahulu dan mana yang datang kemudian. Hadits yang datang lebih dahulu hendaklah dinasakh, disebut hadits mansukh dan yang menasakhnya disebut hadits nasikh.

Untuk mengetahui mana hadits yang nasikh dan mana hadits mansukh nya, dapat diketahui dari beberapa jalan, antara lain :

a. Penjelasan dari syari sendiri, contoh :

Konon aku pernah melarangmu menziarahi kubur. Kemudian ziarahlah. Dan konon aku pernah melarangmakandaging binatang kurban selama lebih tiga hari, kemudian makanlah sesukamu (HR Muslim).

b. Penjelasan dari Sahabat

Jabir berkata : yang terakhir dari dua kejadian yang berasal dari Rasulullah saw ialah meninggalkan wudlu bekas tersentuh api.

c. Diketahui tarikh keluarnya hadits :

Hadits riwayat Syaddad :

Batallah puasa orang yang membekam dan orang yang dibekam (HR Abu Dawud).

Menurut Imam Syafiii telah di nasakh oleh hadits Ibnu Abbas ra :

Bahwa Rasulullah saw sedang berbekam, padahal beliau sedang ihram dan berpuasa.(HR Muslim).

Disebabkan hadits Syaddad tersebut disabdakan oleh Nabi pada tahun 8 H, yakni saat-saat dikuasainya kembali kota Mekkah, sedang hadits Ibnu Abbas disabdakan pada tahun 10 H, yakni pada haji Wada.

Imam Syarajuddin Al-bulqiny menyusun ilmu cabang dari ilmu hadits mengenai awal atau akhirnya dikeluarkan suatu matan hadits dalam kitab yang diberi nama Mahasinul-ishthilah.

  1. Kalau usaha mencari nasikhnya tidak pula berhasil, beralih kepada penelitian mana hadits yang lebih kuat, baik sanad maupun matannya, untuk ditarjihkan. Hadits yang kuat disebut hadits rajih, sedang yang ditarjihkan disebut hadits marjuh.

Contoh : hadits riwayat Ibnu Abbas ra :

Bahwa Rasulullah saw menikahi Maimunah Binti Al Harits pada waktu beliau ihram.

Hadits tersebut ditarjihkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abi Rafi yang mengabarkan :

Bahwa Rasulullah saw menikahi Maimunah Binti Al-Haris pada waktu beliau tahallul.

Hadits Abi Rafi lebih rajih daripada hadits Ibnu Abbas karena Abi Rafi sendiri bersama-sama pergi dengan Rasulullah saw dan Maimunah disaat itu dan kebanyakan sahabat meriwayatkan seperti hadits Abi Rafi.

Mentarjihkan hadits itu, dapat ditinjau dari beberapa jurusan :

1. Jurusan sanad, misalnya :

a. Hadits yang rawinya banyak, merajikan hadits yang rawinya sedikit.

b. Hadits yang diriwayatkan oleh rawi besar merajihkan hadits yang diriwayatkan oleh rawi kecil.

c. Hadits yang rawinnya tsiqah merajikan hadits yang rawinya kurang tsiqah.

2. Jurusan matan, misalnya :

a. Hadits yang mempunyai arti hakikat merajihkan hadits yang mempunyai arti majazi.

b. Hadits yang mempunyai petunjuk maksud dari dua segi merajikan hadits yang mempunyai petunjuk maksud dari satu segi.

3. Jurusan hasil penunjukan (madlul), misalnya :

Madlul yang positip merajihkan yang negatip.

4. Jurusan dari luar, misalnya :

Dalil yang qauliah (berdasarkan perkataan), merajikan dalil yang filiyah (berdasarkan perbuatan).

  1. Kalau usaha inipun gagal, kedua hadits tersebut hendaklah dibekukan, ditinggalkan untuk pengamalannya. Hadits yang di tawaqquf kan ini disebut hadits mutawaqqaf-fihi . Hadits yang dibekukan ini menurut sebagian ulama dapat diamalkan salah satu, dan ada pula yang berpendapat bisa diamalkan berganti-ganti dalam waktu yang berbeda.

Hadits yang mengandung pertentangan disebut hadits mukhtalif.

5.5. Hadits Maudlu (palsu)

Hadits maudlu adalah hadits yang diciptakan serta dibuat oleh seseorang (pendusta) yang diciptakan itu disandarkan kepada Rasulullah saw secara palsu dan dusta, baik hal itu disengaja maupun tidak.

Seorang rawi yang diketahui pernah berdusta dengan menyandarkan riwayatnya kepada Rasulullah saw walaupun sekali dalam seumur hidup, riwayatnya tidak dapat diterima, walaupun telah ber taubat sekalipun.

Ciri Ciri Hadits Palsu :

1. Dari pengakuannya sendiri, seperti pengakuan seorang guru tashawuf yang berkata : tidak ada seorangpun yang meriwayatkan hadits kepadaku. Akan tetapi kami melihat manusia sama meninggalkan Al-Quran, maka kami ciptakan untuk mereka hadits ini (tentang keutamaan ayat Al-Quran), agar mereka menaruh perhatian untuk mencintai Al-Quran.

2. Petunjuk yang memperkuat adanya kedustaan, misalnya seorang rawi mengaku menerima hadits dari seorang guru, padahal ia tidak pernah bertemu dengan guru tersebut, atau menerima dari seorang guru yang telah meninggal dunia sebelum ia dilahrikan.

3. Petunjuk dari tingkah lakunya, seperti yang pernah dilakukan oleh Ghiyat bin Ibrahim dikala berkunjung ke istana Khalifah Al-Mahdi yang sedang bermain dengan burung merpati, katanya :

Tidak syah perlombaan selain : mengadu anak panah, mengadu kuda atau mengadu burung.

Perkataan au janahin (atau mengadu burung) adalah perkataan Ghiyats sendiri, yang spontan ia tambahkan di akhir hadits yang ia ucapkan, dengan maksud membesarkan hati Khalifah yang sedang mengadu burung merpati.

4. Dari segi matan, maknanya bertentangan dengan Al-Quran, hadits mutawatir, Ijma dan logika sehat

5. Menukil kata mutiara (adagium) orang orang yang dipandang alim yang kemudian disandarkan itu adalah berasal dari Rasulullah saw.

Motif-Motif yang Mendorong Membuat Hadits Palsu :

1. Untuk memperkuat partainya, Syiah Rafidah dikenal paling banyak membuat hadits palsu.

2. Untuk merusak / mengeruhkan agama Islam, seperti Hasan Bin Saba dan orang Persia-Majusi yang benci dan dengki terhadap hegemony Arab-Islam, tokoh-tokoh zindiq yang ber akidah sesat.

3. Untuk nasihat dan menarik minat hati manusia, contohnya hadits yang berlebihan dalam menerangkan pahala amal.

4. Fanatik kesukuan, kultus imam, individu, dsb

5. Mempertahankan mazhab fikih ikhtilaf.

6. Mencari muka dihadapan penguasa, contohnya hadits Ghiyats diatas.

7. Kejahilan dalam ilmu agama disertai kemauan keras untuk berbuat kebaikan.

VI. Kutubus Sittah (enam kitab induk) dan pengarangnya

Disebut kitab induk karena inilah kitab-kitab hadits yang oleh jumhur ulama dinilai paling tinggi mutunya diantara semua kitab hadits yang ada, disusun urut mulai yang paling tinggi mutunya terus kebawah :

1. Sahih Bukhary (Al Jamiush Sahih Al Musnadu Min Haditsi Rasul saw).

Penulisnya adalah Imam Bukhary (194 H 252 H / 810 M 870 M), kelahiran Bukhara di Uzbekistan, kakeknya seorang Persia beragama Majusi. Sejak umur 10 tahun sudah tertarik mendalami hadits, berkelana hampir ke seluruh kota kota besar Wilayah Daulah Islam untuk mencari hadits. Mempunyai hafalan yang luar biasa, beliau hafal sampai ratusan ribu hadits beserta semua rawi-rawinya.

Kitab Sahih Bukhory disusun dalam waktu 16 tahun, terdiri dari 2.602 yang tanpa diulang-ulang. Setiap menuliskan hadits dalam kitab sahihnya, beliau melakukan sholat sunnah 2 rokaat.

Kitab Syarah (penjelasan secara panjang lebar) Sahih Bukhory yang terbaik adalah Fathul Bary karya Al Hafidz Ibnu Hajar Asqolany.

Jumhur ulama sepakat menilai kitab Sahih Bukhory ini paling tinggi tingkat ke sahihan dan mutunya.

2. Sahih Muslim

Penulisnya adalah Imam Abul Husain Muslim Bin Hajaj Al Qusyairy (204 H-261 H / 820 M-875M), murid imam Bukhary. Sama seperti gurunya beliau berkelana hampir ke seluruh kota kota besar dalam mencari hadits. Walaupun tingkat kesahihan dan mutu haditsnya masih dibawah Sahih Bukhary, tetapi sistematika penulisannya lebih baik bila dibandingkan dengan kitab Sahih Bukhary, karena lebih mudah mencari hadits didalamnya. Kitab Sahih Muslim berisi sekitar 4.000 hadits yang tidak diulang-ulang.

Kitab syarah nya yang terbaik adalah Minhajul Muhadditsin, karya Imam Nawawi.

3. Sunan An Nasay (Al Mujtaba Minas Sunan / Sunan-sunan pilihan)

Penulisnya adalah Imam Abu Abdir Rahman Ahmad Bin Syuaib bin Bahr (215 H-303 H / 839 M-915 M). Mulanya kitab sunan ini diserahkan kepada seorang Amir di Ramlah, Amir itu bertanya , Apakah isi sunan ini sahih seluruhnya ?, Imam An Nasay menjawab : Isinya ada yang sahih, ada yang hasan, ada yang hampir serupa dengan keduanya. Kemudian sang Amier berkata lagi Pisahkanlah yang sahih saja. Sesudah itu An Nasay pun menyaring sunannya dan menyalin yang sahih saja dalam sebuah kitab yang dinamai Al Mujtaba (pilihan).

4. Sunan Abu Dawud

Penulisnya adalah Imam Abu Dawud Sulaiman Bin Al-Asyats Bin Ishaq As-Sijistany (202 H-275 H / 817 M- 889 M). Beliau mengaku mendengar hadits sampai 500.000 buah, kemudian beliau seleksi dan ditulis dalam kitab sunan nya sebanyak 4.800 buah dan beliau berkata : Saya tidak meletakkan sebuah hadits yang telah disepakati oleh orang banyak untuk ditinggalkan. Saya jelaskan dalam kitab tersebut nilainya dengan sahih, semi sahih, mendekati sahih, dan jikadalam kitab saya tersebut terdapat hadits yang sangat lemah maka saya jelaskan. Adapun yang tidak saya beri penjelasan sedikitpun, maka hadits tersebut bernilai sahih dan sebagian dari hadits yang sahih ini ada yang lebih sahih daripada yang lain.

5. Sunan At Turmudzy

Penulisnya adalah Imam Abu Isa Muhammad Bin Isa Bin Surah (200 H-279 H / 824 M- 892 M), termasuk murid Imam Bukhary. Beliau berkata : Aku tidak memasukkan ke dalam kitab ini terkecuali hadits yang sekurang-kurangnya telah diamalkan oleh sebagian fukaha. Beliau menulis hadits dengan menerangkan yang sahih dan yang tercacat serta sebab-sebabnya sebagaimana beliau menerangkan pula mana-mana yang diamalkan dan mana-mana yang ditinggalkan. Kitab Sunan Turmudzy isinya jarang yang berulang-ulang.

6. Sunan Ibnu Majah

Penulisnya adalah Imam Abdu Abdillah Bin Yazid Ibnu Majah (207 H- 273H / 824 M- 887 M), berasal dari kota Qazwin di Iran. Dalam kitab sunan Ibnu Majah ini terdapat beberapa hadits dhaif, gharib dan ada yang munkar. Al Hafidz Al-Muzy menilai kitab Al Muwaththa karya Imam Malik lebih tinggi mutunya dari Sunan Ibnu Majah, Al Hafidz Ibnu Hajar berpendapat bahwa kitab induk yang ke enam adalah Sunan Ad Darimy, Ahmad Muhammad Syakir berpendapat Al Muntaqa karya Ibnu Jarud lebih pantas menjadi yang ke enam.

Kitab-Kitab Hadits yang lain yang penting :

Sunan Ad Darimy

Al Muntaqa karya Ibnu Jarud

Musnad Imam Ahmad Bin Hanbal, aslinya bernilai tinggi, tetapi setelah Imam Ahmad wafat, anaknya Abdullah dan muridnya Abu Bakr Al Qathiy menambahkan beberapa hadits lagi, hingga didalamnya tersisip banyak hadits dhaif dan ada empat buah hadits maudlu.

Al Muwaththa, karya Imam Malik. Mengandung hadits mursal dan munqathy yang dipandang sahih untuk diamalkan oleh Imam Malik.

Sahih Ibnu Khuzaimah, mengumpulkan hadits sahih yang tidak dimuat dalam sahih Bukhary dan Sahih Muslim.

Mustadrak Imam Hakim

Dan masih ada beberapa kitab-kitab hadis yang lainnya.

VII. Ilmu-Ilmu Cabang Dari Ilmu Hadits

Ilmu-ilmu pendukung lainnya yang merupakan cabang dari ilmu hadits yang perlu dipelajari juga untuk memahami hadits adalah :

1. Ilmu Rijalil Hadits

Ilmu untuk mengetahui sejarah dan hal-ihwal sahabat, tabiin dan tabiit tabiin.

2. Ilmu Tawarikhir Ruwah

Ilmu tentang hal-ihwal para rawi, tanggal lahir, tanggal wafat, guru-gurunya, tanggap kapan mendengar dari gurunya, orang yang berguru kepadanya, kota kampung halamannya, perantauannya, keadaan masa tuanya dan semua yang berkaitan dengan per haditsan.

Kitab Tawarikhir Ruwah yang terkenal At-Tarikhul-Kabir karya Imam Bukhary dan Tarikh Baghdad karya Imam Al Khatib Baghdady.

3. Ilmu Thabaqotur Ruwah

Ilmu yang pembahasannya diarahkan kepada kelompok orang-orang (rawi) yang berserikat dalam suatu alat pengikat yang sama.

Kitab bidang ilmu ini yang terkenal diantaranya Thabaqatur Ruwah karya Al Hafidz Abu Amr Khalifah Bin Khayyath Asy Syaibany.

4. Ilmu Jarh wa Tadil

Ilmu yang membahas hal-ihwal (keadilan, ke-tsiqoh-an) para rawi dari segi diterima atau ditolak periwayatannya.

Kitab bidang ilmu ini yang terkenal diantaranya Al Jarhu wat Tadil karya Abdur Rahman Bin Abi Hatim Ar Razy.

5. Ilmu Gharibil Hadits

Ilmu untuk mengetahui lafadh-lafadh dalam matan hadits yang sulit lagi sukar dipahami, karena jarang sekali digunakan.

Kitab yang terkenal dalam ilmu ini diantaranya Al-Faiqu fi Gharibil Hadits karya Imam Zamakhsyary.

6. Ilmu Asbabul Wurudil Hadits

Ilmu yang menerangkan sebab sebab dan latar belakang lahirnya hadits.

Kitab yang terkenal dalam ilmu ini diantaranya Al Bayan wat Tarif fi asbabi Wurudil Haditsisy-Syarif karya Ibnu Hamzah Al Husainy.

7. Ilmu Tawarikhul Mutun

Ilmu yang menitik beratkan kapan dan dimana atau di waktu apa hadits itu diucapkan atau peebuatan itu dilakukan Rasulullah saw.

Kitab yang terkenal dalam ilmu ini diantaranya Mahasinul Ishthilah karya Imam Sirajuddin Abu Hafsh Amar Bin Salar Al-Bulqiny.

8. Ilmu Nasikh Mansukh Hadits

Ilmu yang membahas hadits yang menghapus (nasikh) hadits lain yang dihapus (mansukh)

Kitab yang terkenal dalam ilmu ini diantaranya Nasikhul Hadits Wa Mansukhuhu karya Al Hafidz Abu bakar Ahmad Bin Muhammad Al Atsram.

9. Ilmu Mukhtaliful Hadits

Ilmu yang membahas hadits hadits yang menurut lahirnya saling bertentangan, untuk dikompromikan, sebagaimana halnya membahas hadits hadits yang sukar dipahami atau diambil isinya, untuk menghilangkan kesukarannya dan menjelaskan hakikat-hakikatnya.

Kitab yang terkenal dalam bidang ini diantaranya Musykilul Hadits wa Bayanuhu karya Abu Bakr Muhammad Bin Al Hasan (Ibnu Furak) Al Anshary Al Asbihany.

10. Ilmu Ilalil Hadits.

Ilmu yang membahas sebab-sebab yang samar lagi tersembunyi dari segi membuat kecacatan suatu hadits. Seperti me-muttashil-kan (menganggap bersambung) sanad hadits yang sebenarnya sanad itu munqathy (terputus), merafakan (mengangkat sampai kepada nabi) berita yang mauquf (yang berakhir kepada sahabat). Menyisipkan suatu hadits pada hadits yang lain, meruwetkan sanad dengan matannya dan sebagainya.

Kitab yang terkenal dalam bidang ini diantaranya Ilalul Hadits karya Imam Ahmad Bin Hanbal dan AL-Ilal Waridah fil Ahaditsin Nabawiyah karya Al Hafidz Ali Bin Umar Ad Daraquthny.

D D D

Reference :

1. Ikhtishar Mushthalahul Hadits, author : Drs. Fatchur Rahman, published by : PT. Almaarif Bandung.

2. Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, author : Teungku Moh. Hasbi Ash Shiddieqy, published by : PT. Pustaka Rizki Putra Semarang.

document.body.className = document.body.className.replace('loading', ''); }, 10);